Lihat ke Halaman Asli

Pilkada 2024: Risiko Pengaruh Uang dan Black Campaign dalam Demokrasi Daerah

Diperbarui: 14 Oktober 2024   08:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar dihasilkan oleh AI melalui OpenAI's DALL-E

Pilkada Serentak 2024 adalah momen penting bagi demokrasi di Indonesia. Namun, di balik hiruk-pikuk politik lokal, terdapat tantangan besar yang masih membayangi---praktik politik uang dan kampanye hitam. Kedua fenomena ini tidak hanya merusak kepercayaan masyarakat terhadap proses pemilu, tetapi juga membentuk hasil yang tidak mencerminkan kualitas kandidat yang sesungguhnya.

Praktik Politik Uang: Seberapa Luas Pengaruhnya?

Gambar dihasilkan oleh AI melalui OpenAI's DALL-E

Politik uang telah lama menjadi permasalahan di Indonesia, terutama dalam konteks Pilkada. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Prabowo (2022) di Jurnal Ilmu Politik, sekitar 30% pemilih pada Pilkada 2020 mengakui menerima imbalan uang atau barang untuk memilih calon tertentu. Hal ini menandakan betapa kuatnya pengaruh materi dalam keputusan pemilih, yang pada akhirnya menurunkan kualitas demokrasi.

Politik uang tidak hanya mencemari pemilu, tetapi juga berdampak pada kandidat yang berusaha berkompetisi secara jujur. Harsono (2021) dalam Indonesian Political Science Review mencatat bahwa fenomena ini cenderung memperkuat status quo, dengan menguntungkan calon yang memiliki akses ke sumber daya lebih besar. Akibatnya, calon dengan visi progresif sering kali tidak mendapat dukungan yang adil dari pemilih.

Kampanye Hitam: Taktik Manipulasi Publik

Gambar dihasilkan oleh AI melalui OpenAI's DALL-E

Kampanye hitam, atau penyebaran informasi palsu untuk menjatuhkan lawan politik, juga menjadi taktik yang sering digunakan dalam Pilkada. Yulianti dan Widodo (2021) dalam Jurnal Komunikasi Politik menemukan bahwa lebih dari 60% pemilih terpapar informasi hoaks selama kampanye Pilkada 2020, dan banyak dari mereka yang dipengaruhi oleh kampanye negatif yang menargetkan citra calon tertentu.

Kampanye hitam tidak hanya menyesatkan, tetapi juga merusak reputasi calon yang mungkin layak. Wahyudi (2021) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kampanye hitam dapat menurunkan elektabilitas calon hingga 20%, tergantung pada seberapa luas dan intensif kampanye tersebut dilakukan. Ini menunjukkan bahwa dalam konteks Pilkada, taktik manipulasi ini memiliki efek yang signifikan terhadap hasil pemilu.

Tindakan Hukum dan Penegakan Regulasi

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline