Lihat ke Halaman Asli

Ilham Marasabessy

Dosen/Peneliti

Framework Pengelolaan Ruang Laut Berkelanjutan di Papua Barat Daya

Diperbarui: 16 Juli 2024   14:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pyainemo geografis Kepulauan Raja Ampat yang mempesona (Sumber foto; Koleksi pribadi, 2023)

Strategi pengembangan wilayah laut secara sektoral sering menimbulkan sejumlah permasalahan, antara lain kemiskinan, kesenjangan pendapatan, ketimpangan wilayah, kebijakan yang bertentangan, dan pembangunan yang salah penanganan. Komunitas lokal di wilayah pesisir dan laut sering kali kurang memiliki inisiatif, keterlibatan dan kepekaan karena kebijakan yang diterapkan hanya bersifat top-down dan dilaksanakan secara parsial. Kebijakan teknokratis dan satu arah yang diterapkan dari atas ke bawah mengakibatkan rendahnya kepedulian dan keterlibatan masyarakat. Di seluruh dunia, Marine Spatial Planning (MSP) memberikan dampak yang baik terhadap pemanfaatan ruang laut secara kompatibel, mengurangi konflik pemanfaatan ruang dan menyeimbangkan pengelolaan kawasan konservasi laut secara berkelanjutan. Harmonisasi sistem ekologi, biologis, sosial budaya, ekonomi dan kelembagaan di suatu ekoregion menjadi integrasi penting dalam melakukan pengelolaan ruang laut berbasis ekosistem (Ecosystem Base Management).

 Peningkatan eksponensial konflik pemanfaatan sumberdaya alam di pesisir dan laut akibat perebutan hak pemanfaatan ruang di Indonesia bukan menjadi hal yang baru, apalagi pada Kawasan Timur Indonesia (KTI) sebagai region dengan potensi kelautan dan perikanan yang besar. Hal ini perlu disiasati melalui pendekatan MSP, konsep ini dapat menjadi indikator untuk merencanakan dan mengendalikan aktivitas manusia, mendukung penggunaan ruang dan sumber daya laut secara lebih bijaksana, mengembalikan fungsi ekosistem dan mempertahankan keanekaragaman hayati laut. Indikator ini didasarkan pada keseimbangan antara memajukan aktivitas manusia demi keuntungan sosial dan ekonomi serta menjaga ekosistem maritim. Dalam istilah praktisnya, MSP merupakan pendekatan yang berlangsung secara dinamis, dari waktu ke waktu untuk menganalisis, memetakan dan mengorganisasi aktivitas manusia secara temporal dan spasial pada zona laut tertentu untuk menghasilkan kebijakan yang efektif melalui integrasi komponen ekologi, sosial dan ekonomi secara berkelanjutan.

 

Landscape pesisir yang eksotik (Sumber foto; Koleksi pribadi, 2023)

Riset yang dilakukan oleh Jhon C Day, yang dimuat dalam jurnal Ocean & Coastal Management tahun 2002 menjelaskan bahwa, penerapan yang paling pionir dilakukan Australia pada Great Barrier Reef Marine Park di awal tahun 1980an, yaitu melalui pembagian zonasi laut secara fungsional sehingga terdapat batasan yang sesuai, sesuai bersyarat dan tidak sesuai mengacu pada fungsi ekologis, sosial dan ekonomi. Selain itu, Stephen B. Olsen tahun 2014 juga melakukan riset penataan ruang laut di United State of America (USA), melalui batas territorial sejauh 3 mil laut, untuk membuat rencana tata ruang laut di tingkat negara bagian. Pilihan melalui pendekatan MSP diharapkan dapat menyediakan informasi status ekosistem dan sumberdaya alam laut secara lebih akurat, sekaligus memberikan pengetahuan kepada masyarakat terkait manfaat ekologi melalui fungsi kawasan konservasi seperti; menjaga keanekaragaman hayati, perlindungan zona penting secara biologis juga ekologis dan mengatur aktivitas pemanfaatan ruang yang tepat berdasarkan daya dukung kawasan.

Potensi biodiversity di kawasan pesisir dan laut, masuk dalam kategori sumberdaya milik bersama (common pool resources), yang artinya bahwa pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam di kawasan ini dapat dilakukan secara terbuka (open access) secara perorangan maupun kelompok sebagai upaya mendapatkan manfaat dari sumberdaya tersebut. MSP juga berkontribusi secara sosial melalui peningkatan kesempatan kerja, perlindungan warisan budaya dan membuka konektivitas wilayah untuk pertumbuhan ekonomi dalam satu region seperti; pengembangan industri pariwisata bahari, perikanan budidaya (KJA, mutiara, lobster, rumput laut, algae/caulerpa dll), carbon storage (konsep blue carbon) dan perikanan tangkap (Tuna, Cakalang, Tongkol juga perikanan karang), selain itu juga dapat dikembangkan menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), pada industri perkapalan, transportasi dan pertambangan. Harus disadari bahwa pengelolaan ruang pesisir dan laut secara baik akan menigkatkan pendapatan suatu kawasan dan disaat yang sama dapat mengurangi biaya yang dikeluarkan untuk meminimalisir konflik yang mungkin timbul di antara pengguna lingkungan laut yang berbeda.

 

Potensi pesisir dan laut PBD dikenal dengan the sleeping giant  (Sumber foto; Koleksi pribadi, 2023)

Framework untuk menghasilkan konsep terkait pengelolaan Wilayah Kepulauan Papua Barat Daya (PBD) melalui pendekatan MSP, dapat dibuat dalam empat tahapan. Setiap tahapan ini akan memberikan gambaran implementasi MSP, termasuk asumsi sederhana yang diadopsi. Metodologi secara bertahap dimulai dengan membagi ruang kajian menjadi 4 tahapan yaitu, fase, sumber data, aksi yang akan dilakukan dan hasil yang diperoleh. Pendekatan awal tahapan Identifikasi dilakukan dengan merujuk pada sumber data menggunakan data MSP, dalam konteks ini diharapkan akan mengetahui sampai sejauh mana aktivitas pihak-pihak yang terlibat dalam pemanfaatan ruang laut di wilayah Kepulauan Papua Barat Daya dan bagaimana pengaruh aktivitas itu terhadap keberlanjutan ekologi, sosial dan ekonomi dalam kawasan tersebut. Kemudian dilanjutkan dengan tahapan Pengumpulan Data melalui data statistik pada periode waktu sejak awal kegiatan dan saat kegiatan berjalan dari setiap aktivitas pada wilayah Kepulauan Papua Barat Daya, hasil yang ingin dicapai adalah bagaimana dinamika yang berlangsung dan tahapan evolusi itu terjadi dalam kurun waktu sebelumnya dan akan datang. Selanjutnya masuk dalam tahapan Kontrafaktual, melalui rekayasa skenario terhadap kondisi pemanfaatan ruang laut secara ideal pada kawasan Kepulauan Papua Barat Daya yang selama ini belum terwujud untuk menjadi pembanding jika rencana pengembangan dilakukan secara sistematis di masa mendatang. Pada fase akhir, dilakukan tahapan Estimasi, dengan mengacu pada base line data secara statistik maupun data dari stakeholders yang terlibat dalam aktivitas pemanfaatan ruang laut dalam kawasan Kepulauan Papua Barat Daya, kemudian membandingkan dengan evolusi yang terjadi dan bagaimana langkah konkrit untuk menyelesaikan permasalahan pemanfaatan ruang laut pada kawasan tersebut (imfb). 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline