Maraknya kasus pelecehan seksual dari zaman ke zaman bisa merugikan orang lain bahkan meninggalkan trauma pada korban. Padahal pelecehan seksual merupakan tindakan kejahatan dan bisa diancam pidana. Pelaku yang melakukan tindakan tersebut biasanya khilaf atau mungkin sengaja untuk memuaskan hasrat seksualnya.
Faktor mengapa pelaku melakukan pelecehan seksual beragam. Mulai dari kebiasaan menonton konten porno, hawa nafsu yang tidak terbendung, fantasi seksual, dan sebagainya. Pelaku melakukan tindakan tersebut dengan kontak fisik atau kontak non-fisik. Tindakannya bisa dari siulan, komentar bernuansa seksual, gerakan mata, sentuhan pada bagian tubuh, isyarat yang bersifat seksual, dan parahnya lagi sampai pemerkosaan.
Korban yang merasakan hal tersebut mendapatkan rasa tidak nyaman, tersinggung, dan berbagai masalah kesehatan dan keselamatan. Hal tersebut dapat timbul trauma terhadap korban seperti malu, isolasi sosial, gangguan kecemasan, dan lain-lain. Trauma yang lebih parah lagi ialah bertindak bunuh diri karena depresi.
Pelecehan seksual sendiri biasa dialami oleh kaum perempuan ketimbang laki-laki. Karena maraknya kasus ini, derajat perempuan menjadi tercoreng. Tindakan tersebut juga tak mengenal tempat, bisa di ruang tertutup bahkan ruang publik sekalipun. Seakan-akan tidak ada tempat aman bagi perempuan.
Adapun alasan mengapa perempuan sering kali mengalami pelecehan seksual karena adanya budaya patriarki yang masih kuat membuat perempuan dianggap rendah dan lemah daripada laki-laki.
Kemudian adanya victim blaming yaitu sikap pelaku menyalahkan korban, yang mana seharusnya korban yang mendapatkan hak atas kerugian yang diterima tetapi pelaku justru menyalahkannya. Dan adanya ketidak pedulian masyarakat terhadap korban karena takut dirinya terancam.
Walaupun begitu, ternyata laki-laki juga mengalami hal yang serupa seperti perempuan. Faktor penyebabnya adalah penampilan fisik yang menarik sehingga potensial mendapatkan pelecehan seksual besar. Ketika mendapatkan tindakan tersebut, laki-laki terbiasa untuk tidak terang-terangan karena takut dihujat dan malu jika menceritakan hal tersebut atau terkenal dengan istilah toxic masculinity.
Belum lagi kesadaran dan kepedulian masyarakat jika terjadi pelecehan terhadap laki-laki sangatlah minim. Masyarakat justru mengomentarinya dengan nada ejekan hingga menjadikannya lelucon. Laki-laki juga sering tidak menyadari bahwa dirinya termasuk korban pelecehan seksual karena masih tertanam stereotipe laki-laki selalu dianggap menjadi pelaku.
Maka dari itu, antisipasi untuk mencegah pelecehan seksual sangatlah penting. Dimulai dari menghindari tempat yang berbahaya seperti lingkungan yang sepi dan gelap karena kemungkinan lingkungan tersebut merupakan tempat orang jahat bersemayam. Kemudian jangan percaya penuh terhadap seseorang dan membatasi ketika sedang berkomunikasi.
Apabila orang tersebut mencoba melakukan pelecehan ketika sudah diberi batasan, lakukan perlawanan kepada pelaku, bersikap tegas dan percaya diri. Terakhir, bisa lewat alat pelindung diri berupa alat setrum atau semprotan cabai.