Lihat ke Halaman Asli

Nurul Faizah

Baru sampai bisa titik. Belum di akhir titik.

Perempuan Tiga Generasi

Diperbarui: 8 April 2021   06:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Emakku

Kupandangi wajah putriku yang sedang asyik bermain. Entah kenapa wajah emakku yang muncul. Mungkin ini yang namanya rindu. 

"Teh, kalau sudah besar mau jadi apa?"

Dia menjawab dengan manis, " Jadi dokter, yang meriksa perut ibu-ibu yang ada bayinya."

Lagi, kuteringat emakku. Beliau pernah bercerita padaku. Saat kecil, emak punya cita-cita ingin jadi bidan. Tapi apa daya, lepas SD langsung menikah, dengan cerita pernikahan yang menggelikan dan berakhirlah, emakku menyabet titel janda kembang di usia yang amat muda dan menikah dengan bapakku beberapa tahun kemudian.

Sempat kubertanya-tanya, kenapa simbahku menikahkan putrinya di usia yang amat muda? Apakah karena kecantikannya yang kini diturunkan padaku? (hehe,,,tapi sungguh sepintas aku mirip emak, dikit) Apa karena emakku anak perempuan pertama dari selusin anaknya? Kenapa hanya emakku yang mengenyam pendidikan sampai SD saja padahal simbahku terkenal kaya raya di kampungnya? 

Bagiku rasanya tak adil, meskipun emakku dihibahi sawah yang bila dikurskan dalam biaya pendidikan saat itu, ah entah sepertinya takkan menggantikan biaya pendidikan (belum lahir BOS, bidik misi atau pun KIP). Dan tentunya itu takkan menggantikan cita-cita yang pupus, masa remaja yang indah, serta peluh-peluh kesedihannya.

Suatu ketika simbah kakungku sakit. Emakku berkata seandainya saat itu simbah menyekolahkan hingga menjadi bidan, pasti emak akan lebih lihai merawat simbah. Tapi bisa jadi emak takkan punya banyak waktu seperti sekarang. Begitulah kata penutupnya. Rasanya seperti mengiris bawang. Bukan pula maksud tak bersyukur. Keadaannya yang hanya lulusan SD jadi kekuatan baginya untuk menyekolahkan kami berlima hingga ke perguruan tinggi. 

Aku

Saat masuk usiaku yang 25, emakku baru sadar, aku sudah besar. Aku pun menikah dan hamil. Di usia kehamilanku yang makin besar, aku yang semakin baper, tak tahan dengar orang bilang, 'sayang sarjana gak kerja'. Aku pun menulis beberapa lamaran pekerjaan. 

Beberapa SD kudatangi. Teringat seorang kepala sekolah berkata, "kami di sini butuhnya guru laki-laki, apalagi si mbak lagi hamil." Aku yang ditakdirkan perempuan, berkaca-kaca menahan tangis. Aku bisa angkat galon, aku bisa mendirikan tenda, aku bisa melatih anak-anak berbaris, aku bisa mengecat, aku bisa naik pohon, yang tak kubisa adalah menerima alasan penolakannya. 

Siswiku

Akhirnya takdir lain pun bertandang, aku menjadi guru di Bandung Barat. wah, Bandung di gambaranku adalah Braga, Lembang dan sekitarnya. Nyatanya bikin aku gak nyangka. Ini Bandung?2 jam ke 'alfa' saat itu, alhamdulillah sekarang hanya butuh 30 menit. Jalanan sudah mulus, karena sangat dekat dengan megaproyek PLTA Cisokan, terimakasih PLN!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline