Bareskrim Polri akhirnya menahan dua tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan kondensat (Minyak Mentah) PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (PT TPPI) - SKK Migas. Kedua tersangka itu adalah mantan Kepala BP Migas, Raden Priyono, dan mantan Deputi Finansial BP Migas, Djoko Harsono.
Selain Raden Priyono dan Djoko Harsono, Bareskrim juga telah menetapkan mantan pemilik PT TPPI Honggo Wendratno sebagai tersangka. Namun, yang bersangkutan hingga kini masih berada di Singapura karena alasan sakit.
Dalam perjalanan penyidikan kasus ini, Bareskrim menemukan sejumlah dugaan tindak pidana korupsi, diantaranya adalah proses penunjukan langsung BP Migas kepada PT TPPI untuk menjual kondensat.
Selain itu, Bareskrim juga menemukan penyimpangan berupa perintah lifting Kondensat dari BP Migas kepada PT TPPI tanpa adanya jaminan pembayaran dan Seller Appointment Agreement (SAA).
Berdasarkan hasil audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang telah ditetapkan pada 20 Januari 2016, ditemukan fakta bahwa PT TPPI telah melakukan lifting Kondensat sebanyak 33.089.400 barrel dalam kurun waktu 23 Mei 2009 hingga 2 Desember 2011.
Berdasarkan hasil Perhitungan Kerugian Negara (PKN), liftingKondensat oleh PT TPPI tersebut memiliki nilai USD 2,716,85 ,655.37 atau sekitar Rp35 Triliun.
Tindakan BP Migas dan PT TPPI ini bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Migas dan Surat Keputusan (SK) Kepala BP Migas tanggal 15 April 2003 tentang Tata Cara Penunjukan Penjual Kondensat Bagian Negara.
Tak hanya itu, Bareskrim juga menemukan adanya penyimpangan dalam pengelolaan hasil lifting Kondensat. Berdasarkan hasil penyidikan, PT TPPI ternyata tidak memproduksi Migas Ron 88 (bensin jenis premium) dan tidak menjual hasil olahan Kondensat-nya kepada PT Pertamina.
Bagaimana Korupsi Ini Bisa Menggurita dan Merugikan Negara Hingga Rp35 Triliun?
Semua ini bermula dari sebuah perusahaan bernama Tuban Petro Indonesia (PT TPI). Seperti diketahui, PT TPI memiliki beberapa anak perusahaan PT TPPI, PT Polytama Propindo dan PT Petro Oxo Nusantara (PT PON).
Berdasarkan hasil audit investigasi BPK akhirnya diketahui bahwasannya, TPPI selama ini telah memproduksi Mogas Ron 88 (Premium) dan tidak menjual hasil olahannya kepada PT Pertamina. PT TPPI sendiri mengakui hal ini dengan alasan Pertamina tidak mau menerima produk hasil olahan mereka. Di sisi lain, Pertamina menolak pembelian tersebut dengan alasan set off dengan hutang PT TPPI meski ditawarkan dengan harga jual 1,2 persen di atas harga MOPS.