Lihat ke Halaman Asli

Ikrom Zain

TERVERIFIKASI

Content writer - Teacher

Suroboyo Bus, Ironi Tempat "Healing" dan Transportasi Massal

Diperbarui: 18 Maret 2022   18:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seorang ayah mengajak putranya naik Suroboyo Bus. - Dokumentasi Pribadi

Sudah hampir setahunan ini saya cukup sering menggunakan Suroboyo Bus.

Bermula dari pekerjaan di Surabaya, Suroboyo Bus menjadi andalan saya untuk bepergian di Surabaya. Walau tidak menjangkau tempat tujuan saya, tetapi dengan adanya Suroboyo Bus, pengeluaran saya menjadi lebih sedikit. Saya juga tak perlu lagi membuka aplikasi ojek online dan berjalan jauh demi mencari titik aman ketika tiba di terminal.

Suroboyo Bus juga membuat saya bisa sejenak melepas penat. Dengan duduk diam di dalam bus, maka saya bisa melihat pemandangan sekitar sembari menghela napas. Saya bisa melihat segala aktivitas di luar kaca bus sembari menikmati sajian kabin di dalam bus.

Tak sekadar itu saja, dengan menaiki Suroboyo Bus, saya juga bisa terhindar dari panasnya Kota Surabaya. Bayangkan, jika saya naik motor melalui aplikasi ojek daring, maka saya akan terpapar sinar mentari secara langsung. Tubuh saya akan kepanasan dan keringat akan bercucuran. Efeknya, saya kadang mengantuk jika sudah sampai di tempat tujuan. Sementara, saat saya duduk di dalam Suroboyo Bus, maka saya masih bisa beristirahat dan menghemat energi.

Apa yang saya dapatkan tadi memang menjadi salah satu keunggulan ketika saya dan para penumpang lain naik Suroboyo Bus. Kenyamanan menjadi kunci dari sistem transportasi massal ini. Beserta Teman Bus Trans Semanggi Suroboyo yang baru saja diresmikan, Suroboyo Bus masih menjadi pusat perhatian di jalanan Kota Surabaya.

Suroboyo Bus Belum Jadi Moda Transportasi Andalan

Namun, dalam perjalanannya, berdasarkan pengamatan saya, nyatanya Suroboyo Bus belum mampu menjadi salah satu andalan transportasi umum di Kota Surabaya. 

Suroboyo Bus dinilai belum mampu memecahkan persoalan masyarakat Surabaya yang butuh transportasi massal terintegrasi. Moda ini dinilai masih menjadi sarana healing atau rekreasi jika dibandingkan dengan upaya untuk mengurai kemacetan.

Ketika saya naik Suroboyo Bus, kebanyakan saya lakukan saat akhir pekan. Saya melakukan itu ya memang untuk healing. Jika pada kondisi hari biasanya, saya lebih menggunakan ojek daring atau dijemput rekan yang menggunakan kendaraan pribadi. Kalau pun menggunakan Suroboyo Bus, maka saya memiliki waktu yang cukup banyak untuk sampai di tempat tujuan.

Prinsip ini saya gunakan karena pernah sekali saya hampir terlambat bertemu dengan orang saat menggunakan Suroboyo Bus. Bus yang saya naiki terjebak kemacetan di suatu perempatan dan membutuhkan waktu sejam lebih untuk sampai di tempat tujuan. Sementara, jika menggunakan transportasi ojek daring, maka saya hanya perlu membutuhkan waktu sekitar 15 menit saja. Sungguh sebuah kontradiksi yang sangat besar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline