Lihat ke Halaman Asli

Ikrom Zain

TERVERIFIKASI

Content writer - Teacher

Emang Masih Zaman Membagi Rapor Berdasarkan Peringkat Nilai di Kelas?

Diperbarui: 16 Juni 2021   08:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi pembagian rapor di masa pandemi. Sumber: Antara Foto/Rivan Awal Lingga

Minggu ini, berdasarkan kalender pendidikan, hampir semua sekolah akan melaksanakan penerimaan rapor.

Momen ini akan ditunggu oleh siswa dan orang tua atau wali murid karena menjadi acuan belajar selama satu semster. Ajang penerimaan rapor yang dilakukan secara berkala tidak sekadar menjadi ajang komunikasi antara wali kelas dan wali murid. 

Penerimaan rapor juga menjadi ajang untuk memberikan informasi pendidikan dari pihak sekolah serta sebagai bentuk pertanggungjawaban wali kelas atau guru selama satu atau tengah semester.

Ketika kita sekolah dulu, terutama jika ikut orang tua mengambil rapor di sekolah, maka rasa H2C alias harap-harap cemas akan menjadi rasa yang kita alami. Apakah akan ada nilai merah pada rapor atau terjadi penurunan peringkat. Biasaya, kita bisa menebak hasil belajar kita berdasarkan urutan pemanggilan orang tua kita saat penerimaan rapor berlangsung.

Ada adagium bahwa siswa yang mendapatkan nilai bagus dan berperingkat teratas di kelas akan dipanggil terlebih dahulu. Sementara, bagi siswa yang namanya dipanggil paling akhir maka mendapatkan peringkat buncit dan otomatis memiliki prestasi belajar yang buruk.

Alhasil, rasa was-was dan cemas itu pun bercampur aduk dan kadang melumpuhkan mental juga ketika nama kita tidak segera dipanggil.

Lantas, apakah tradisi semacam ini masih tetap berlangsung? Bagaimana pula guru kelas atau wali kelas menata rapornya saat ini? Apakah berdasarkan peringkat siswa atau patokan lain?

Ilustrasi pembagian rapor. - Merdeka.com/Dwi Narwoko

Sebenarnya, Kepala Sekolah atau pun pihak sekolah tidak secara khusus memberikan patokan bagaimana wali kelas menata rapor dan memanggil siswanya berdasarkan nilai. 

Sekolah hanya memprioritaskan kepada siswa yang memiliki masalah tertentu semisal nilainya kurang atau sering tidak masuk sekolah dan mengumpulkan tugas. Instruksi Kepala Sekolah agar wali kelas bisa memberikan banyak masukan pada wali murid pada siswa dengan kriteria tersebut.

Nah, jika siswa tersebut didahulukan, maka otomatis akan membuat wali murid lain yang nilai anaknya sudah baik cukup menjadi menunggu lama. Inilah alasan ada adagium jika siswa yang nilainya kurang atau mendapat peringkat terbawah di kelas dipanggil paling akhir. Padahal, urutan pemanggilan tersebut diserahkan kepada masing-masing wali kelas.

Dulu, saat pertama menjadi wali kelas, saya pernah melakukan urutan pemanggilan berdasarkan peringkat nilai. Sebelum memulai pembagian rapor, saya mengurutkan terlebih dahulu nama siswa berdasarkan peringkat nilai. Meski, saya tidak menuliskan peringkat siswa di papan tulis karena sudah tidak perlu lagi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline