Akhirnya saya berkesempatan untuk menaiki BRT Trans Jateng rute Kutoarjo-Borobudur.
Sejak peresmiannya beberapa bulan lalu, saya belum pernah merasakan sensasi naik bus ini. Saya mantap untuk mencobanya sekalian mengujungi candi-candi di sekitar Borobudur. Dari Borobudur, saya bisa naik bus tujuan Jogja dan turun di gang depan ruko saya.
Untuk mencapai Kutoarjo, saya memutuskan naik KA Prameks yang berangkat dari Stasiun Yogyakarta pukul setengah 7 pagi. Ini merupakan keberangkatan KA Prameks yang pertama. Sepupu saya tepat menurunkan saya di stasiun sekitar jam 6. Untunglah, saya sudah membeli nasi kap seharga 6.000 rupiah dari tetangga saya yang biasanya berjualan di Pasar Tempel Jogja. Hayo, yang kesulitan mencari makanan murah di Jogja, sini saya beri fotonya.
Selepas check in, saya pun makan nasi kap tersebut agar bisa mengganjal perut. Tak lama kemudian, KA Prameks yang akan saya naiki sudah tersedia di jalur 2 berdekatan dengan KRL Jogja-Solo di jalur 1. Penumpang saat itu cukup banyak meski hari libur.
Perjalanan Jogja-Kutoarjo selama 1,5 jam saya lalu dengan cukup flat. Yah sama sih dengan perjalanan-perjalanan sebelumnya dengan KA Prameks. Meski, ini adalah perjalanan pertama saya ke Kutoarjo. Biasanya, saya naik Prameks kalau ke Solo saja. Sekitar pukul 8 kurang seperempat, saya pun sampai di Stasiun Kutoarjo. Sebagai stasiun kelas besar, stasiun ini tetap ramai oleh penumpang yang akan naik dan baru turun. Dan sama dengan stasiun lain, saya pun ditawari oleh para tukang ojek dan becak agar bisa memakai jasa mereka.
Tawaran itu pun tentu saya tolak karena jarak Stasiun Kutoarjo dan Terminal Kutoarjo hanya 200 meter. Nah di perempatan sebuah jalan (saya lupa jalannya), saya sempat ditawari untuk naik bus bumel ke arah Prembun dan Kebumen oleh para kondektur bus. Saya sebenarnya mau mencoba es dawet di Jembatan Butuh Kebumen yang legendaris itu.
Saya galau, naik bumel ini apa langsung ke Borobudur ya. Lalu, saya pun melihat map dan mengestimasi waktu sejenak. Sebenarnya saya masih memungkinkan naik bus ke arah Kebumen karena waktu tempuh Bus Trans Jateng sekitar 1,5 jam. Namun, saya tidak yakin nanti dari Borobudur apakah masih ada bus ke arah Jogja. Sekadar diketahui, bus bumel dari Borobudur ke Jogja sekarang susah sekali ditemukan. Yang banyak sih yang dari arah Magelang. Akhirnya dengan terpaksa saya pun tidak jadi mencoba kulineran di Prembun atau Kebumen. Nanti kalau sepupu saya mau nebengi, barangkali bisa diagendakan.
Saya lalu menyeberang jalan ke Terminal Trans Jateng Kutoarjo. Di sana, sudah ada bus yang menunggu jam berangkat. Saya bertanya pada kondektur bus tersebut katanya bus Trans Jateng berangkat setiap 15 menit sekali. Calon penumpang pun didominasi simbah-simbah yang mau ke sebuah pasar di Purworejo.
Saat bus sudah akan berangkat, penumpang pun dicek dulu suhu tubuhnya. Kondektur juga menyemprotkan hand sanitizer ke para penumpang. Ia juga langsung mengarahkan penumpang pria duduk di bagian depan dan penumpang wanita di bagian belakang. Saya kebagian tempat duduk di baris kedua. Di belakang saya, masih ada 2 tempat duduk berwarna biru yang menjadi kekuasaan penumpang pria. Sebenarnya, tempat duduk tersebut digunakan untuk para penumpang disabilitas.
Tak lama kemudian, karena penumpang sudah penuh, maka bus pun berangkat menuju Kota Purworejo. Oh ya bagi yang belum tahu, Kutoarjo itu masih bagian dari Purworejo ya. Yah mirip-mirip Purwokerto yang masih bagian dari Banyumas. Statusnya pun hanya kecamatan meski sama-sama memiliki stasiun kelas besar.
Kembali ke cerita Trans Jateng, bus yang saya naiki pun berhenti di beberapa halte. Halte pertama adalah Halte GOR Sarwo Edhie. Pemberhentian pertama ini dekat sekali dengan Terminal Purworejo. Bus Trans Jateng tidak masuk Terminal Purworejo sehingga penumpang yang akan ke Terminal Purworejo bisa turun di halte ini.