Tidak ada.
Itulah jawaban yang bisa saya berikan bagi mereka -- para istri -- yang memasak bekal untuk para suami. Tidak ada yang salah pula bagi para istri yang tidak memasakkan bekal bagi suaminya. Dan tidak ada yang salah pula bagi para istri yang membelikan suaminya makanan, entah dari layanan antar makanan atau membeli di warung.
Yang salah adalah mereka yang memaksakan pandangannya terhadap apa yang mereka yakini dalam hal sepele memasak bekal suami ini. Yakni, menganggap bahwa memasak untuk suami adalah tindakan yang kurang baik. Entah alasan menjunjung tinggi patriaki dan sejenisnya. Bagi saya, mereka dengan tipe seperti ini yang harus diperangi.
Saat menikah, tentu ada kewajiban antara suami dan istri yang harus diketahui. Ini tak lepas dari pandagan budaya patriaki atau apa. Dalam agama apa pun, saya yakin kewajiban dan hak ini sudah diatur meski dengan cara yang berbeda. Dan melayani suami adalah sebuah kewajiban bagi istri saat mereka berumah tangga.
Tetapi...
Dengan perkembangan zaman yang semakin maju, tidak lantas bentuk pelayanan itu hanya dalam bentuk memasak makanan. Tidak juga dalam bentuk mencuci pakaian suami.
Pelayanan itu bisa dalam bentuk perhatian. Saat sang istri sibuk dengan urusan pekerjaanya, tentu ia tak bisa memasak. Barang beberapa menit saja ia menelepon atau mengirim pesan kepada suaminya saat sama-sama bekerja, bagi saya adalah sebuah pelayanan.
"Mas, kamu sudah sarapan kan?"
"Mau aku kirimin delivery sekalian enggak?"
"Tadi pagi aku masukkan roti. Makan saja itu dulu ya buat pengganjal perut. Nanti kita ketemuan di warung XXX buat makan siang bareng".
Dan seterusnya dan seterusnya.