Entah kapan musim corona ini akan berakhir. Bisa minggu depan, bulan depan, atau entah kapan. Berbagai ahli pun banyak yang meramalkan. Namun, kepastian itu tak bisa ditebak dengan tepat hingga sekarang. Padahal, dalam hati kecil rasanya ingin sekali mulai menjelajah alam.
Beberapa hari yang lalu, ada sebuah utasan di media sosial Twitter, akan jalan-jalan ke mana jika pandemi akan berakhir. Tentu, saya akan langsung menjawab ingin sekali pergi ke pantai. Menikmati hangatnya mentari dan ditemani suara desiran ombak adalah impian.
Lantas, pantai mana yang ingin dikunjungi?
Pantai Sendiki adalah jawabannya. Ini bermula saat saya menjelajahi pantai selatan Malang beberapa tahun yang lalu. Saya memulainya dari pantai ini. Berangkat pagi buta dari Kota Malang, saya tiba di yang berada di Tambakrejo Sumbermanjing Wetan ini sekitar jam 8 pagi. Masih sunyi dan tak banyak insan berkamera yang datang.
Rekan saya segera memarkir motornya di tempat yang disediakan. Tentu, kami langsung membayar harga tiket parkir sebesar 5.000 rupiah. Ditambah tiket masuk sebesar 10.000 rupiah, kami pun memutuskan untuk segera memulai petualangan ini. Yang ternyata, diawali dengan menuruni anak tangga menuju bibir pantai.
Anak tangga ini memandu kami menuruni bukit kapur yang menjadi bentang alam khas di Malang Selatan. Derap langkah kami semakin terlihat bersemangat kala bibir pantai dengan warna biru air laut sudah terlihat. Ingin rasanya kami segera mencicipi desiran ombak itu dari dekat.
Namun, rekan saya memutuskan untuk berganti kostum dulu. Bukan kostum superhero, melainkan kostum yang lebih beach-able, alias lebih mudah digunakan untuk menyusuri pantai. Berupa celana pendek dan sandal jepit. Tak lupa kacamata hitam dan topi menjadi hal yang tak boleh dilewatkan. Jangan lupakan pula tabir surya secukupnya harus dioleskan ke bagian tangan agar kulit tak terbakar. Terlebih, kami sudah berniat mengambil banyak foto layaknya pemotretan Miss Grand International.
Dengan kostum yang sudah beach-able, kami berlari menuju bibir pantai. Baru saja kaki kami akan merasakan deburan ombak, tiba-tiba saja
Priiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiit
Sebuah suara peluit terdengar nyaring memekakkan telinga. Seorang penjaga pantai dengan bendera merah di tangannya terlihat membentangkan bendera itu. Kami dilarang mendekati garis pantai. Maka, saya pun mengajak rekan saya untuk menjauh dan memilih untuk berada di bibir pantai yang terhalang karang.
Alasan penjaga pantai melarang kami memang tepat. Ombak pantai ini sangat ganas. Salah satu bagian sandal jepit saya yang mulanya anggun hinggap di kedua kaki tetiba terseret ombak saat saya tak sengaja terjatuh. Dalam sekejap, sandal itu lenyap. Rekan saya langsung berinisiatif mengambil tapi saya larang.