Tagar #MatikanTVSeharian menggema di jejaring sosial Twitter selama hari Minggu kemarin.
Tagar ini beradu dengan tagar ucapan selamat kepada pasangan presiden dan wakil presiden terpilih yang juga semarak dicuitkan. Meski demikian, dengan kehadiran tagar tersebut nyatanya ada suatu fenomena yang terjadi di masyarakat. Fenomena untuk apatis terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo yang kedua kali.
Di linimasa media sosial, hanya rekan-rekan blogger dan beberapa buzzer yang cukup semarak mengucapkan selamat kepada sang Presiden. Rekan saya lain, terutama rekan sekolah dan dunia nyata lainnya, lebih memilih mengunggah liburan dan beberapa film yang menghiasi layar bioskop selama sepekan.
Di warung-warung dan beberapa rumah warga di sekitar rumah saya, televisi yang menyala lebih banyak memutar acara lain. Beberapa warga yang melakukan streaming di YouTube pun tak tampak melihat acara penting kenegaraan ini.
Rendahnya minat warga di sekitar saya bisa jadi hanya sebagai kebetulan. Namun, dari beberapa alasan berikut dapat dipahami bahwa acara pelantikan Presiden tidaklah dianggap penting.
Pertama, acara dilakukan pada waktu terbaik untuk istirahat siang. Penghabisan hari Minggu adalah waktu terbaik untuk beristirahat total. Melihat tayangan televisi yang menyegarkan atau berkumpul bersama keluarga.
Bagi beberapa orang, melihat acara pelantikan presiden justru akan membuat waktu yang seharusnya digunakan untuk bersantai malah akan berganti kegiatan untuk mendalami kondisi negara. Terlebih, sebelum acara pelantikan kerap diisi dengan analisis mendalam dari para ahli. Bukannya bersantai malah jadi pusing mendengarnya. Itulah yang diucapkan beberapa tetangga saya yang lebih memilih melihat acara lain.
Kedua, pelantikan ini merupakan pelantikan yang kedua kali. Tentu, dibandingkan pelantikan pertama dulu, antusiasme masyarakat sudah jauh berkurang. Di tahun 2014, ada banyak harapan untuk pemerintahan yang baru.
Untuk periode kedua ini, bagi sebagian masyarakat seakan sudah pasrah. Realistis dan tak berekspektasi banyak. Yang terpenting aman dan tak terjadi kekacauan serta keadaan ekonomi paling tidak sedikit lebih baik.
Ketiga, kurangnya ketegasan sikap Presiden Joko Widodo terhadap upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi membuat sebagian masyarakat menjadi semakin apatis. Masa bodoh dan tidak lagi peduli terhadap pemerintahan. Terlebih, dengan kasus ditangkapnya beberapa aktivis yang mencoba untuk vokal, rasanya saat ini lebih baik diam. Melakukan perlawanan dengan cara berbeda. Ya itu tadi, tidak peduli dengan apapun yang dilakukan oleh pemerintah.
Beberapa jam yang lalu muncul cuitan dari sebuah akun yang membandingkan apatisme masyarakat Indonesia saat ini dengan apa yang terjadi di Polandia. Kala itu, banyak warga Polandia yang membuang TV di troli ketika sang presiden berpidato. Kisah yang terangkum dalam buku Small Acts Of Resistance: How Courage, Tenacity, and Ingenuity Can Change The World ini cukup menarik.