Jam di Stasiun Purwosari Solo sudah menunjukkan pukul 10 pagi.
Tapi, tanda-tanda kereta impian saya tiba tak kunjung nampak. Yang ada, KA Prambanan Ekspres (Prameks) sedang berlabuh dan dijejali penumpangnya untuk menuju stasiun terminusnya, Solo Balapan.
"Ada gangguan di AC-nya," saya mendengar sedikit seruan dari Polsuska kepada salah satu rekannya. Saya memaklumi, KA ini memang sering mengalami masalah. Entah AC maupun gangguan generator. Wah jangan sampai rusak. Saya sampai rela datang ke Solo lho hanya untuk bisa naik kereta ini.
Untunglah, sepuluh menit kemudian, kereta ini tiba. Semboyan 35 khas KRDI yang dibunyikan terdengar nyaring. Saking semangatnya, saya sampai loncat-loncat tak karuan seperti anak TK. Ah sudahlah, saya sudah terlalu excited ingin merasakan bagaimana sensasi menaiki kereta yang juga melaju di pinggir jalan utama Kota Solo.
Saya segera mencari kedudukan terbaik. Ada 4 bangku kosong yang saya duduki berdua dengan rekan saya. Jadi, masing-masing dari kami mendekati jendela. Saya akan memotret sementara rekan saya akan mengabadikan perjalanan ini dalam bentuk video.
Baru saja kereta melaju, rasanya suasana berbeda saya rasakan. Ada suara berdencit keras yang seakan menandakan bahwa jalur kereta yang saya lewati jarang sekali dilalui. Ya, inilah salah satu jalur istimewa yang dikelola PT KAI Daerah Operasi VI Yogyakarta. Jalur percabangan dari Stasiun Purwosari menuju Stasiun Wonogiri.
Jalur ini sebenarnya akan berakhir di Baturetno, sebuah kecamatan di Wonogiri yang dekat sekali dengan Waduk Gajah Mungkur. Namun, hanya segmen Purwosari-Wonogiri saja yang aktif dan dilewati oleh kereta impian saya, Batara Kresna.
Kereta ini melaju dari Purwosari-Wonogiri PP dua kali sehari. Dari Purwosari, kereta berangkat pukul 6 pagi dan menempuh sekitar 2 jam perjalanan lalu kembali lagi ke Purwosari. Keberangkatan kedua sekitar pukul 10 pagi yang saya pilih pada kesempatan kali ini.
Batara Kresna berjalan pelan sekali. Saya berasa naik kereta kelinci saking pelannya. Kira-kira, hanya sekitar 25 Km/jam kereta ini berjalan. Apalagi, kala kami sudah melewati Jalan Slamet Riyadi, jalan utama Kota Solo yang sangat ramai. Kereta berjalan amat hati-hati.
Tapi, ada manfaatnya ketika kereta berjalan pelan. Saya jadi bisa melihat suasana Kota Solo dengan segala denyut nadinya. Melewati Taman Sriwedari yang sedang direnovasi, menyaksikan warga yang sedang menggunakan fasilitas wifi di sana, memaknai aktivitas jual beli di pertokoan, hingga para pekerja kantoran yang sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Jangan lupakan pula, para tukang parkir yang bersusah payah menata kendaraan agar tidak tersenggol kereta yang saya naiki.
Karena seakan berasa sedang naik bus, maka KA Batara Kresna ini dinamakan pula Railbus atau gabungan dari kereta api dan bus. Terserahlah namanya apa. Yang jelas, saya benar-benar bahagia bisa menjajal kereta lokal dengan tiket seharga 4.000 rupiah saja.
Apalagi, saya menemukan keunikan lain, lebih tepatnya kengerian dari persimpangan jalan tanpa palang kereta api yang kami lalui. Tapi, saya percaya warga Solo berbudaya tinggi. Aneka kendaraan, akan siap berjajar rapi menunggu kereta kami melintas meski mereka melewati jalan raya sebidang tak berpalang.