Lihat ke Halaman Asli

Ikrom Zain

TERVERIFIKASI

Content writer - Teacher

Menikmati Sore Eksklusif di Food Junction Grand Pakuwon

Diperbarui: 12 Desember 2016   20:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Mas, ini berapa jauh lagi, sih?”

Pertanyaan tersebut terus saya ulang kepada driver Gojek yang membawa saya membelah kawasan Surabaya Barat. Saya tahu, dengan membaca peta GPS, saya bisa memperkirakan kapan saya akan tiba. Tapi, entah kenapa, saya ragu saat itu. Bukan pepesan kosong saya memiliki keraguan tersebut. Sepanjang mata memandang, hanya perkampungan kumuh yang saya lalui. Lalu lalang penduduk sekitar yang tanpa ampun memacu motornya dengan kecepatan gila membuat saya tak begitu yakin, tempat wisata dambaan hati akan segera saya lihat.

Benar saja, setelah sekitar 25 menit dari tempat menginap di kawasan Jalan Tunjungan, Surabaya, akhirnya munculah tanda-tanda itu. Sebuah gerbang besar seperti perumahan elit pada umumnya mewarnai pemandangan saya. Driver Gojek segera memasuki gerbang tersebut. Jalan berpaving yang elok dan maha luas ditambah pepohonan khas perumahan segera tampak. Dari kejauhan, telah terpampang danau buatan yang sudah saya lihat sebelumnya di jejaring sosial. Dan, inilah dia. Selamat datang di Food Junction Grand Pakuwon. Wisata eksklusif baru di Kota Surabaya.

Jalan menuju TKP

Yeey, sudah sampai

Keinginan saya mengunjungi tempat ini sebenarnya sudah lama. Saya begitu takjub dengan foto-foto yang sudah terpampang di berbagai media sosial. Foto tersebut mengunggah berbagai aktivitas narsis dengan latar belakang sebuah danau dan sebuah ferrish wheel (bianglala). Namun, baru minggu ini saya berhasil menjejakkan kaki saya di sini.

Suasana Food Junctionnnya

Tempat ini merupakan tempat binaan dari Grup Pakuwon yang baru saja dibuka akhir Januari 2016 silam di kawasan Tandes, Surabaya Barat. Dengan luas sekitar 4400 meter persegi, tempat ini seakan menjadi kota tersendiri yang terpisah dari Surabaya. Dari namanya, sebenarnya tempat ini semacam foodcourt yang dikemas sedemikian rupa terintegrasi dengan wisata hiburan. Andalan dari tempat ini merupakan danau buatan yang terdapat bianglala di bagian utara. Danau ini juga menjadi tempat arena sepeda air bagi pengunjung yang ingin menikmati danau tersebut.

Hati-hati, anda memasuki kawasan narsis

Berdua sama kamu di danau itu bikin gimana gitu, Iya, sama kamu.

Nah, bagi penggila narsis, tempat ini bisa dibilang menjadi arena pendakian tertinggi jika disamakan dengan para pendaki gunung. Jangankan satu dua tiga, puluhan mungkin menjadi arena spot narsis dan swafoto bisa dijadikan pilihan. Penyedia cukup pintar dengan membuat sebuah dermaga untuk para narsisme yang datang di sini. Maka dari itu, cekikikan para narsisme akan segera kita lihat tatkala kita sampai di tempat ini.

Kalau sudah lihat pemandangan ini saya mah apa atuh.

Gimana enaknya? Oh kegendutan? Aduh idungku keliatan pesek. Eh gak jadi gak jadi.

Pengunjung juga bisa menikmati sore dan petang ditemani pemandangan danau, bianglala, beserta narsis mania. Kalau mengenai menu, ya hampir sama dengan menu-menu di foodcourt Mall pada umumnya. Hanya saja, tempat duduk yang disediakan masih bisa dibilang kurang sehingga saya tak kebagian tempat duduk. Hiks. Atau mungkin, pengunjung yang terlalu betah ya yang berlama-lama di situ.

Sadar diri dengan perut saya, akhirnya saya memutuskan tidak naik wahana ini

Asyik ya, seperti kota mini.

Tak hanya menjual makanan dan spot narsis, tempat ini juga menjual berbagai wahana yang banyak dikhususkan untuk anak-anak. Diantaranya trompolin, kereta kelinci, hingga mobil listrik. Untuk menaiki wahana-wahana tersebut, pengunjung harus membeli tiket sebesar 10.000 hingga 25.000 ribu rupiah.

Kereta bohongan dan beneran. Letaknya yang dekat dengan Stasuin Tandes, membuat penampakan kereta api bisa dengan mudah kita saksikan

Wisata baru ini semakin ramai tatkala petang menjelang. Setelah melihat Food Junction Grand Pakuwon, rasanya wisata semacam ini kok hanya bisa dimiliki kalangan eksklusif yang semakin menunjukkan eksistensinya. Belum lagi, melihat perkampungan kumuh di sekitar tempat tersebut, saya semakin bertanya, apa benar ini merupakan arah pembangunan kita? Ah, sudahlah. Saya masih ingin menikmati sore saya yang eksklusif, berduit, dan banyak harta. saya tak peduli dengan yang katanya pemeretaan ekonomi dan sejenisnya. Kalau bukan di sini, di mana lagi? Kalau bukan sekarang, kapan lagi, coba?

Sumber bacaan : Di sini

Gambar : Dokumen Pribadi




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline