Lihat ke Halaman Asli

Ikrom Zain

TERVERIFIKASI

Content writer - Teacher

Cerita Pelancong Nekat

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13902920912044849912

Sebelumnya saya mohon ijin mbak T penulis buku terkenal The Naked Traveler karena menggunakan judul yang beti-beti. Jangan somasi saya ya mbak :p .

Kalau kita belajar IPS pas di SD atau SMP, ada yang namanya kebutuhan primer, sekunder, dan tersier. Jika tidak salah (berarti benar), rekreasi adalah kebutuhan sekunder. Kebutuhan  yang baru kita penuhi setelah kebutuhan primer. Itu berdasarkan ilmu di IPS.

Tapi bagi saya, rekreasi atau tepatnya travelling adalah kebutuhan primer. Namanya juga kebutuhan primer, ya harus segera dipenuhi. Sama seperti makan. Mungkin saya hampir setipe dengan mbak T yang mudah sekali bosan, terutama dengan yang namanya rutinitas. Dan, travelling adalah pelampiasannya.

Hobi travelling ini semakin menjadi-jadi saat memasuki bangku kuliah. Saat kuliah, saya menemukan teman-teman baru dari luar kota yang membuka cakrawala saya (duh bahasanya). Lha kan saya yang biasanya anak rumahan, teman di satu kota. Mainnya ya ke situ-situ aja.

Saat kuliah, hampir setiap bulan saya travelling, terutama saat ada hari libur atau hari yang “diliburkan” (hari libur karena minta dosen meliburkan). Ke mana? Ke mana saja yang penting senang. Tidak jauh-jauh, yang penting ada rasa kebersamaan dan paling penting ada tantangannya. Tidak hanya bersama-sama teman, saya juga sering melakukan independent  travelling. Sendirian ke kota seberang sampai pernah tersesat (bisa baca ceritanya di sini).

Dari sekian banyak travelling beberapa diantaranya cukup berkesan bagi saya. Pertama saat kami sekelas memutuskan ke Pantai Selatan Malang. Ke mana? Pokoknya ke selatan dulu. Di tengah perjalanan kami baru memutuskan mau ke mana. Suatu travelling dengan ide cukup gila. Akhirnya kami hanya menyewa satu mikrolet untuk 15 orang anak. Sisanya naik motor. Saya ikut di dalam mikrolet. Setelah berdebat panjang (dan itu terjadi di perjalanan), akhirnya kami sepakat ke Pantai Kondang Merak. Usulan ini datang dari teman yang merasa bahwa pantai itu bagus. Meski sempat saya tentang, karena saya pernah ke sana dan medan yang cukup berat, tapi karena kalah suara ya sudah akhirnya mikrolet pun meluncur ke sana. Dugaan saya tepat. Mikrolet tak kuat menanjak pada beberapa kali sebelum pantai. Alhasil kami semua turun dan berjalan menuju pantai. Memang Pantai Kondang Merak sangat indah dan alami. Kami di sana cukup lama hingga beranjak senja.

Rupanya Pak Sopir tidak mau membawa kami pulang dari sana. Dia menunggu kami di Pantai Balekambang yang katanya dekat dengan Pantai Kondang Merak. Jadinya, hanya sebagian yang ikut mikrolet. Yang lain jalan kaki ke Pantai Balekambang. Oke, jalani saja. Awal perjalanan memang tidak masalah. Melewati rumah penduduk sekitar. Tapi lama-lama kami harus naik tebing dan memasuki hutan belantara yang rimbun. Pepohonan di kanan-kiri yang rapat membuat sinar matahari tidak bisa masuk dengan leluasa. Apalagi hari semakin senja. Lama rasanya kami berjalan. Tak menemukan tanda-tanda kehidupan. Beberapa kali sempat salah jalur dan hampir jatuh ke laut karena tiba-tiba kami sudah berada di pinggir tebing dekat pantai. Suara ombak memecah karang sangat terdengar. Mulailah rasa putus asa. Untung saja rombongan jadi masih ada semangat untuk melaluinya. Suatu ketika ketika ada seorang bapak yang berjalan berlawanan arah, kami lantas bersorak. Sang bapak sampai heran melihat tingkah kami yang terus menanyakan apakah Pantai Balekambang masih jauh. Beliau berkata bahwa masih cukup jauh. Asa mulai menipis lagi. Kami terus berjalan dan berjalan. Kebodohan kami baru disadari adalah tidak membawa makanan dan minuman sama sekali. Alhasil selama perjalanan itu kami harus menahan rasa dahaga dan lapar. Sekitar satu jam kami berjalan. Hingga akhirnya muncul remang-remang dari jalan setapak yang kami lalui. Suara ombak semakin jelas. Akhirnya tibalah di Pantai Balekambang. Di sana kami langsung mengambil gambar. Semua tampak merah. Capek. Tapi tak apalah masih bisa selamat dan pengalaman yang berharga.

[caption id="attachment_291222" align="aligncenter" width="504" caption="Keceriaan di Pantai Kondang Merak"][/caption]

[caption id="attachment_291223" align="aligncenter" width="470" caption="Wajah-wajah Bolang Kecapekan"]

13902921621494650554

[/caption]

Tak kapok juga kami pernah ke Gunung Bromo One Day Travel. Sehari pulang pergi dengan motor. Padahal tujuan kami cukup banyak. Pagi berangkat ke Penanjakan (Pasuruan), turun ke Gunung Bromo (Probolinggo), dan kembali melalui Bukit Teletubbies (Malang). Perjalanan yang cukup jauh jika ditempuh sehari PP. Tapi karena memang pelancong nekat ya sudah berangkat saja. Meski sempat terjadi insiden bercinta di padang pasir (jatuh), tapi secara keseluruhan lancar dan menyenangkan. Pulangnya, kami semuanya jatuh sakit. Padahal beberapa dari kami harus berangkat untuk PKL.

[caption id="attachment_291224" align="aligncenter" width="470" caption="Naik-naik Ke Penanjakan"]

13902922551214316856

[/caption] [caption id="attachment_291225" align="aligncenter" width="490" caption="Menuju Puncak Gunung Bromo"]

1390292317746546111

[/caption] [caption id="attachment_291296" align="aligncenter" width="470" caption="Menikmati Keindahan Gunung Bromo"]

13903110131623217247

[/caption]

Terakhir kami pergi bersama ke Pulau Sempu. Ini juga nekad karena saya baru diberi tahu 3 jam sebelum keberangkatan (jam 3 malam). Mau tidak ikut karena malamnya saya insomnia tapi kalau gak ikut nyesel ya sudah ikut saja. Berbekal air mineral dan mie instan saya berangkat. Sampai di sana seperti biasa kami harus eksplorasi menembus hutan sebelum sampai di laguna segara anakan. Puas sekali di sana meski sedikit kecewa karena pengunjung yang sangat ramai dan banyak sampah berserakan. Setelah dari Pulau Sempu, saya jatuh sakit selama seminggu.

[caption id="attachment_291283" align="aligncenter" width="560" caption="Menembus Hutan Pulau Sempu"]

1390309057973628408

[/caption] [caption id="attachment_291284" align="aligncenter" width="545" caption="Berjemur dulu"]

1390309236636232062

[/caption] [caption id="attachment_291226" align="aligncenter" width="604" caption="Hap! Meloncat ke atas di Laguna Segara Anakan Pulau Sempu"]

1390292387204696066

[/caption]

Tidak hanya pergi bersama-sama, saya juga sering nekat pergi sendirian ke luar kota. Kalau ini saya sering naik kereta api. Tidak munafik, ngirit ongkos, hiihi. Yang paling berkesan adalah ya yang di artikel tadi yakni saat saya salah naik kereta dari Surabaya. Harusnya pulang ke Malang eh tapi naik kereta ke Kertosono. Lucu juga saat ke Blitar dan maunya juga ngirit ongkos. Setelah sampai di stasiun saya menampik para tukang ojek dan tukang becak. Saya nekat jalan kaki ke makam Bung Karno dan Pemandian Sumber Udel. Biasa, kegeerran lihat peta yang katanya dekat. Ternyata sampai di Makam Bung Karno rasanya mau pingsan. Jauh dan panas. Menyerahlah saya dan memanggil tukang becak untuk berkeliling kota.

Lucu lagi saat ke Tulungagung. Maunya sih ngasih surprise buat teman seperjuangan skripsi dengan tiba-tiba nongol di rumahnya. Setelah sampai di stasiun saya menyewa becak ke rumah teman saya yang tidak begitu jauh dari stasiun. Sampai di depan rumahnya ternyata teman saya malah ke Malang dan berencana menginap di rumah saya. Lha ketlisipan dong. Sambil menahan rasa kecewa dan malu, saya pamit pulang ke orangtuanya dengan naik bis.

[caption id="attachment_291227" align="aligncenter" width="206" caption="Minta dijepretkan Petugas Keamanan"]

13902926991460352888

[/caption]

Juga saat saya membuat kaget nenek saya di Kediri. Nenek saya memang punya kebiasaan tidak menguci rumah saat ke ladang. Jadi saya masuk saja, makan, mandi, terus tidur hingga petang. Selepas maghrib dengan cueknya saya masuk ke ruangan ibadah buat sholat. Nenek saya ada di sana. Beliau pun kaget dan memarahi saya kenapa kok datang tidak bilang-bilang, kan bisa dimasakin sambel Tumpang, hehe.

Tapi dari sekian cerita travelling nekat yang paling berkesan adalah saat ke Jogja. Sebenarnya ini bukan travelling tapi saya ditunjuk untuk mewakili kampus untuk perlombaan di sana. Saat menjelang tidur malam (sudah setengah tidur), saya ditelpon oleh Pembantu Dekan (seumur hidup baru itu saya ditelpon oleh orang penting) untuk menggantikan teman saya. Antara ya dan tidak dan masih belum 100%, akhirnya saya mengemasi apa yang bisa dikemasi. Berangkatlah ke Jogja. Di sana saya sempat takjub. Peserta lain sudah siap tempur tapi saya masih mencoba menyeratuskan otak saya (loading). Meskipun banyak diisi di hotel untuk belajar dan belajar, tapi saya menikmati juga “travelling” ini. Melihat keraton, naik transjogja (kabur dari waktu belajar), dan melihat orang Jogja dari dekat.

[caption id="attachment_291286" align="aligncenter" width="381" caption="Meski tujuannya lomba, tapi bagi saya adalah Travelling"]

13903093781563508170

[/caption]

Itulah sedikit cerita melancong nekat saya. Menurut saya travelling tidak harus jauh dan mahal. Yang penting kita menikmati apa yang kita datangi, sekaligus belajar dan bersyukur atas hidup kita. Travelling di alam memang keren dan menantang, tapi travelling sosial juga tidak kalah menyenangkan. Travelling sosial ini memberi kita banyak pelajaran, mulai dari kehidupan orang di luar kota, kebudayaannya, bahasa, hingga sejarah. Terlebih lagi banyak sekali tempat-tempat di negara kita yang sangat patut untuk dikunjungi. Jadi, tunggu apalagi, ayo mulailah melancong.

Gambar: Dok. Pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline