Lihat ke Halaman Asli

Ikrom Zain

TERVERIFIKASI

Content writer - Teacher

Teman Pria Sudah Menikah: Saya?

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13936383032120726823

“Krom, nanti jangan lupa hari jumat datang, ya!” sebuah SMS masuk ke nomor HP saya.

Saya lihat dari salah satu teman pria saya saat SD. Saya bingung, ada apa? Ah mungkin mau ada reuni. Lalu saya bertanya,”Reuni kah?”

“Tidak. Saya mau menikah. Datang ya di resepsinya nanti.”

Blarrrr. Serasa mendapat petir di siang bolong. Teman saya? Pria? Menikah?

Masih shock dengan berita itu saya kroscheck dengan teman-teman lainnya. ternyata memang benar. Dasar memang saya jarang sekali membuka jejaring sosial Facebook dan terlalu asyik main di K jadi gak tau berita “headline” ini.

Lalu saya iseng menerka-nerka lagi usia saya. Berapa ya? Perasaan belum kepala 3. Dua puluh lima aja belum, hehe. Saya merenung di usia saya ini kalau dibilang mapan ya belumlah. Memang ada job di sana sini, tapi saya pikir-pikir lagi kalau buat nyukupin anak istri masih ya begitulah. Memang sih mapan menjadi patokan utama. Tapi tidak hanya itu, banyak hal yang harus dipersiapkan.

Lalu saya merenung lagi. Di usia segini saya masih betah sendiri. Gak tau ya kenapa. Jujur sih saya masih enjoy seperti ini. Banyak teman-teman menanyakan saya kok masih betah sendiri aja. Jangan-jangan saya……… hahaha kalau ditanya seperti itu saya hanya bisa tertawa dan menjawab : Saya masih normal kok, tenang aja. Saya cuma masih belum ada yang pas aja. Jika dirunut dengan percintaan-percintaan sebelumnya, saya lebih banyak pasif. Jadi hanya benar-benar wanita yang terpilihlah yang mampu menaklukkan hati saya, halah kepedean.

Memang menikah kalau di agama saya adalah sebuah sunah yang sangat dianjurkan. Dengan menikah, kita akan dijauhkan dari hal-hal yang buruk. Menikah juga yang membedakan kita dengan binatang. Mengapa bisa dibilang seperti itu? Dengan menikah, hubungan dua insan beda jenis yang asalnya haram menjadi halal. Hubungan yang sebelumnya penuh dosa jika melakukannya maka akan menjadi hubungan yang penuh pahala. Menikah juga bertujuan melahirkan keturunan yang berkualitas.

Tujuan menikah memang mulia. Tapi saya berpikir lagi peran saya sebagai seorang pria. Meski tidak mengecilkan peran wanita, saya anggap beban yang ditanggung pria saat menjadi suami tidaklah mudah. Sebagai pemimpin keluarga, nantinya suami akan dimintai pertanggungjawaban. Tak hanya itu, sebagai pengayom keluarga, suami juga dituntut untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Di sinilah saya harus banyak belajar. Saat menjadi suami, ego kita harus dikesampingkan. Anak istrilah yang harus diutamakan. Saya berkaca lagi, memang saat ini saya sudah bisa mencari uang. Tapi ego untuk menyenangkan pribadi masih mendominasi. Kadang masih suka beli ini beli itu, travelling ke sini travelling ke situ, bertemu si ini dan si itu. Sudah siapkah saya mengesampingkan ego saya?

Seorang suami juga harus sigap melindungi keluarganya. Kalau diibaratkan, seorang suami bagaikan superhero yang harus selalu kuat bagi keluarganya. Seorang suami harus memberi rasa aman bagi anak istrinya meski dirinya harus berkorban habis-habisan. Saat anak sakit, seorang ayah harus sigap mencari pengobatan. Saat istri hamil dan mau melahirkan seorang suami harus siaga dalam menjaganya. Saat keluarga dihantam masalah, seorang kepala keluarga harus berani tampil di depan. Apapun yang terjadi, bahkan nyawa taruhannya harus dilakukan.

Saya berkaca lagi. Ada masalah sedikit besar saja saya kelimpungan setengah mati. Motor mogok dan jauh dari bengkel aja aduh udah speechless bingung mau ngapain. Saat uang menipis di akhir bulan karena terlalu boros, udah di pikiran berkecamuk hal-hal yang mengkhawatirkan. Intinya, saya harus banyak belajar lagi dan lebih dewasa lagi.

Memang, bagi seorang pria untuk membina sebuah rumah tangga dibutuhkan kesiapan yang matang. Tidak hanya usia, tapi juga segalanya agar bisa membangun keluarga yang bahagia.

Mimpi saya masih panjang. Banyak hal yang harus saya kejar. Banyak pelajaran hidup yang harus saya pelajari. Dan akhirnya saya harus berkata pada diri sendiri: Nanti saja ya menikahnya.

[caption id="attachment_297899" align="aligncenter" width="400" caption="http://lh4.ggpht.com/"][/caption]

Meski begitu, saya salut dengan sahabat saya yang berani mengarungi bahtera rumah tangga di usia yang masih sangat muda. Menjadi suami dan ayah pula. Semoga keluargamu bahagia dan engkau mampu menjadi suami dan ayah yang hebat. Dan yang peling penting, semoga menjadi keluarga yang bahagia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline