Lihat ke Halaman Asli

KARTINI; Bukan Baju tapi Esensi

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kartini merupakan sosok perempuan yang menginpirasi, kiprahnya tidak hanya meretas ketimpangan gender. Ia juga seorang pendidik yang gigih. Menengok sejarah hidup kartini dizaman modernadalah melihat sosok seharusnya perampuan Indonesia seharusnya. Apresiasi pemerintah dengan menetapkan hari kartini adalah langkah yang patut diapresiasi dan dijaga sehingga esensi dari kebijakan tersebut tetap lestari.

Sekarang setiap tahunnya instansi sekolah lembaga perkantoran swasta atau negri memperingatinya dengan mengenakan kebaya dan membicarakannya berulang-ulang. Peringata dengan mengenakan kebaya sampai membuat acara khusus perempuan selalu didengungkan terus menerus. Serangkaian peringatan dilaksanakan rasanya kering akan makna bahkan untuk menjiwai. Kesemuanya hanya sekedar bentuk cover yang dipoles sedemikian rupa sampai kita lupa apa, siapa dan mengapa diperingati hari kartini?.

Sudah sepatutnya kesadaran pemaknan terhadap hari kartini kita buka kembali. Kartini bukan hanya soal sosok perempuan yang berfikiran maju, dia adalah inspirator bahwa kita tidak boleh malu dengan budaya sendiri seperti pemakaian kebaya, bahasa dan kesenian tradisional. Ia memperkenalkan itu semua kepada dunia. Dia memiliki pandangan bahwa manusia dibelahan dunia manapun itu setara tidak ada yang superior jadi tidak seharusnya kita malu dengan kebudayaan sendiri.

Sosok pemberani yang mengatakan tidak pada kesewenangan tradisi yang mendiskreditkan perempuan. Dia mengajari kita untuk melihat jauh kedepan meski harus melawan tradisi yang kurang baik. Sosok pemberani lahir dari jiwa halus perempuan yang malu jika hanya untuk bersolek berada dalam rumah tanpa memperoleh pendidikan. Keberaniannya tidak bisa diragukan. Akankah kita masih bisa melihat sosok kartini (jiwa kartini) dizaman ini. Bukannkah budaya konsumtif dan kebarat baratan jauh dari kar tradisi. Memandang semua yang berasal dari luar negeri adalah baik dan memandang yang ada dari dalam negeri itu terbelakang.

Akankah perjuangan kartini dibiarkan putus ditengah jalan, hanya menjadi senandung kenangan.

Njowo 21 april 2015 Pengurus Harian IKPM_JATENG (Ikatan Keluarga Pelajar Mahasiswa Jawa Tengah)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline