Lihat ke Halaman Asli

I K. PUTRA JULIANTARA

seorang Guru sekolah, Dosen, sekaligus Tutor belajar.

Polutan Detergen

Diperbarui: 26 Juni 2015   01:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Polutan Detergen

Polutan adalah zat atau bahan yang dapat mengakibatkan terjadinya pencemaran. Suatu zat atau bahan dapat disebut sebagai polutan jika jumlahnya melebihi jumlah normal, berada pada waktu yang tidak tepat, serta berada pada tempat yang tidak tepat. Salah satu polutan di lingkungan perairan tawar yang berupa limbah industri yaitu detergen. Detergen adalah campuran berbagai bahan, yang digunakan untuk membantu pembersihan dan terbuat dari bahan-bahan turunan minyak bumi. Dibanding dengan sabun, detergen mempunyai keunggulan antara lain mempunyai daya cuci yang lebih baik serta tidak terpengaruh oleh kesadahan air(Wikipedia, 2011). Selain itu, Fardiaz (1992) menyatakan bahwa detergen adalah bahan pembersih yang mengandung senyawa petrokimia atau surfaktan sintetik lainnya.

Tingkat keasaman (pH) detergen kurang lebih berkisar antara 10- 12, sementara pH yang dapat ditoleransi oleh kulit manusia adalah 6-9. Detergen dapat mengakibatkan iritasi pada kulit manusia. Selain itu, air bekas cucian (mengandung detergen) yang dibuang ke sungai dapat menyebabkan pencemaran pada lingkungan perairan.

Pada umumnya, detergen mengandung bahan-bahan sebagai berikut.

1)Surfaktan

Surfaktan (surface active agent) merupakan zat aktif permukaan yang mempunyai ujung berbeda yaitu hidrofil dan hidrofob. Bahan aktif ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan air sehingga dapat melepaskan kotoran yang menempel pada permukaan bahan. Surfaktan yang paling umum digunakan adalah LAS(Linier Alkylbenzene Sulfonate) yang salah satu contohnya adalah dodesilbenzensulfonat dengan rumus struktur yang dapat dilihat pada gambar 2.2. Bentuk struktur tersebut akan terionisasi di dalam air sehingga bagian ujungnya membentuk komponen bipolar aktif yang dapat dilihat pada gambar 2.3.


Gambar 2.2 Rumus Struktur Dodesilbenzensulfonat

(Sumber: Fardiaz, 1992)


Gambar 2.3 Komponen Bipolar Aktif

(Sumber: Fardiaz, 1992)

Fardiaz (1992) menyatakan bahwa bahan pembentuk di dalam detergen mempunyai peranan utama sebagai bahan yang mengikat ion-ion di dalam air sadah seperti kalsium (Ca2+) atau magnesium (Mg2+) dalam bentuk ion-ion larut yang besar. Dalam bentuk ini, ion-ion metal tidak akan menghambat kerja dari surfaktan. Bahan pembentuk juga mengalami reaksi hidrolisis dengan air pencuci yang mengakibatkan air menjadi bersifat alkali. Sifat alkali tersebut penting untuk menghilangkan kotoran secara efektif. Bahan pembentuk yang umum digunakan adalah polifosfat, dan salah satu contohnya natrium tripolifosfat, Na5P3O10 dimana ion tripolifosfat mempunyai struktur seperti terlihat pada gambar 2.4.


Gambar 2.4 Struktur Ion Tripolifosfat

(Sumber: Fardiaz, 1992)

Secara garis besar, terdapat empat kategori surfaktan yaitu:

(1) Anionik : Alkyl Benzene Sulfonate (ABS), Linier Alkylbenzene Sulfonate (LAS), Alpha Olein Sulfonate (AOS)

(2) Kationik : Garam Ammonium

(3) Non ionik : Nonyl phenol polyethoxyle

(4) Amphoterik : Acyl Ethylenediamines

2) Builder (bahan pembentuk)

Builder (pembentuk) berfungsi meningkatkan efisiensi pencucian oleh surfaktan dengan cara menonaktifkan mineral penyebab kesadahan air.

(1) Fosfat : Sodium Tri Poly Phosphate (STPP)

(2) Asetat : Nitril Tri Acetate (NTA), Ethylene Diamine Tetra Acetate (EDTA)

(3) Silikat : Zeolit

(4) Sitrat : Asam Sitrat

3) Filler (bahan pengisi)

Filler (pengisi) adalah bahan tambahan detergen yang tidak mempunyai kemampuan meningkatkan daya cuci, tetapi menambah kuantitas. Contoh Sodium sulfat.

4) Aditif

Aditif adalah bahan suplemen / tambahan untuk membuat produk lebih menarik, misalnya pewangi, pelarut, pemutih, pewarna dst. Zat aditif tidak berhubungan langsung dengan daya cuci detergen. Aditif ditambahkan hanya untuk tujuan komersialisasi produk. Contoh : Enzim, Boraks, Sodium klorida, CMC(Carboxy Methyl Cellulose).

Sebagaimana yang telah diterangkan di depan bahwa salah satu bahan baku dalam pembuatan detergen adalah surfaktan. Surfaktan tersusun dari senyawa ABS (Alkyl Benzene Sulfonate) yang sulit terurai secara alami. ABS di lingkungan mempunyai tingkat biodegradable sangat rendah (tidak dapat didegradasi atau butuh waktu lama) untuk menjadi molekul-molekul kecil oleh organisme hidup dalam kondisi aerobik maupun anaerobik), sehingga detergen ini dikategorikan sebagai non-biodegradable.Dalam pengolahan limbah konvensional, ABS tidak dapat terurai dan sekitar 50% bahan aktif ABS lolos dari pengolahan serta masuk ke dalam sistem pembuangan. Halini dapat menimbulkan masalah keracunan pada biota air dan penurunan kualitas air.

Beberapa negara di dunia secara resmi telah melarang penggunaan zat ABS ini dalam pembuatan detergen dan memperkenalkan senyawa kimia baru yang disebut LAS yang relatif lebih ramah lingkungan. Iqbalali (2009) dalam Wibawa (2009) menyatakan senyawa LAS menimbulkan kerugian yang tidak sedikit terhadap lingkungan dan lingkungan membutuhkan waktu selama 90 hari untuk mengurai LAS dan hanya 50% dari keseluruhan yang dapat diurai. Heath (2000) dalam Zahri (2005) menemukan bahwa tingkat toksisitas LAS lebih tinggi empat kali lipat lebih besar daripada ABS. Namun LAS dapat terdegradasi oleh mikroorganisme sedangkan ABS sangat sulit untuk diuraikan oleh mikroorganisme (Larson dan Woltering, 1995, dalam Zahri, 2005).

Keberadaan busa-busa detergen di permukaan air, menyebabkan kontak udara dan air terbatas sehingga menurunkan oksigen terlarut. Hal iniakan menyebabkan kekurangan oksigen pada organisme air dan dapat menyebabkan kematian. Fosfat memegang peranan penting dalam produk detergensebagai softener air. Bahan ini mampu menurunkan kesadahan air dengan cara mengikat ion kalsium dan magnesium.Fosfat yang biasanya dijumpai, pada umumnya berbentuk Sodium Tri Poly Fosfat (STPP).

Fosfat tidak memiliki daya racun, bahkan sebaliknya merupakan salah satu nutrisi penting yang dibutuhkan mahluk hidup. Tetapi dalam jumlah yang terlalu banyak, fosfat dapat menyebabkan pengkayaan unsur hara (eutrofikasi) yang berlebihan di air, sehingga air akan kekurangan oksigen. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan alga (phytoplankton) yang berlebihan. Biomassa alga (phytoplankton) yang telah mati dan mengendap di dasar perairan merupakan sumber makanan organik untuk berbagai jenis mikroorganisme seperti bakteri. Tersedianya sumber makanan yang banyak dapat meningkatkan laju pertumbuhan bakteri.Populasi bakteri yang berlebihan akan banyak menggunakan (mengkonsumsi) oksigen yang terdapat di air sehingga dapat membahayakan kehidupan mahluk air di sekitarnya.

Susana dan Ricky (2009) menyatakan bahwa standar nilai ambang batas detergen adalah 1 mg/liter (1 ppm). Standar nilai ambang batas berarti jika polutan detergen berada di lingkungan perairan air tawar konsentrasinya lebih dari 1 mg/liter, maka detergen tersebut sudah bersifat polutan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline