Lihat ke Halaman Asli

Perempuan Penggoda

Diperbarui: 26 Juni 2015   13:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Hai perempuan...

Apa yang kau lihat dari priaku saat kau tahu bahwa dia sudah tak sendiri, bahwa dia sudah beranak istri. Tidakkah itu menahan langkahmu untuk tetap berjalan menembus batasmu sebagai orang luar.


 

Hai perempuan...

Saat kau tengah memacu nafsumu dalam mendapatkan simpati priaku, tidakkah ada tersirat rasa berslah terhadapku, terhadap anakku. Hal apa yang membutakanmu bahwa kau telah memjatuhkan harga dirimu.


 

Hai perempuan...

Kasihanilah dirimu karena telah mendamba priaku, karena dalam nafasnya masih terhembus namaku dan setiap langkahnya masih terpatri wajah anakku.


 

Hai perempuan...

Kenapa kau menimpakan sakitmu padaku, sakit yang kau buat sendiri, sakit yang kau abaikan saat pertama berjabat tangan dengan priaku yang kau pun sudah tahu bahwa kau hanya akan menjadi figuran bahkan jika priaku tergoda olehmu.


 

Hai perempuan...

Sebaris do'a terpanjat untukmu karena kehadiranmu telah memperat genggaman tangan kami. Biarlah kau berfikir kami selalu mendebat kehadiranmu, kau tak akan pernah tahu setiap sms yang kau kirim selalu menjadi candaan buat kami menjelang sahur.


 

Dan kau perempuan...

Perilakumu hanya mempertegas bahwa perempuan-perempuan dari daerah asalmu lebih suka menjadikan dirinya penengah diantara satu keluarga. Entah untuk rupiah yang kau balas kepuasan ataupun untuk kepuasanmu yang kau balas gratisan.


 

Semoga berkah ramadhan sampai padamu untuk membuka hatimu dan hari kemenangan kali ini bisa menjadikanmu fitri kembali.

Amin.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline