Hidup akan terus berlanjut apapun yang terjadi. Hidup menuntut kita untuk terus melangkah, tak
peduli walaupun terdapat banyak sekali halangan yang menghadang. Ia akan memaksa kita untuk
selalu bergerak. Meskipun kita bergerak perlahan, yang terpenting adalah kita tetap bergerak.
Terkadang kita melihat orang lain yang melesat jauh meninggalkan kecepatan kita, namun kita tidak tahu apa yang mendasari mereka mampu bergerak dengan cepat. Kita melihat semua secara instan, tanpa tahu bagaimana perjalanannya.
Setiap tahunnya kita selalu menuliskan resolusi. Resolusi yang menjadi ekspektasi dan keinginan tertentu. Tetapi, dalam ekspektasi itu, kita hanya ingin sesuatu perandaian dalam sekejap menyilap mata untuk kita miliki, tanpa melihat jauh ke depan. Ketika keinginan yang tidak terpenuhi, kita akan cenderung diliputi kecemasan hingga depresi.
Media sosial berubah dalam masa millennium ini menjadi sesuatu yang penting, termasuk menjadi kebutuhan dasar manusia. Tetapi, intensitas penggunaan media sosial menambahi beban yang kita miliki. Ruang-ruang dalam media sosial dinilai lebih menarik dibandingkan dengan interaksi secara langsung. Sehingga media sosial selalu menjadi distraksi terhadap perilaku manusia. Bukankah kita sering melihat, orang-orang ramai menggunakan gadgetnya dalam setiap kesempatan? Bentuk kecemasan kerapkali meningkat saat kita melewatkan beberapa menit tidak pro-aktif pada media sosial. Pikiran kita dirundungi rasa ketidakjelasan dan putus asa berlebih, selain itu isu-isu psikologi seperti mental health dikemas menjadi social trending yang kerap terekspose untuk menambah bentuk kecemasan-kecemasan lainnya. Gejala yang ada memberikan kita untuk merespon dan diagnose tanpa penjelasan panjang. Kita dapat mengakatan bahwa kita seolah hidup dalam analogi doing by googling.
Media sosial mampu memanipulasi manusia untuk tidak menjadi manusia. Bahkan kita cenderung tidak hidup dalam hidup kita ini. Kita bukan tidak menyadari kekeliruan yang terjadi, kita hanya diubah menjadi manusia yang berbeda dengan menggeserkan nilai-nilai sosial yang salah dipersepsikan. Untuk itu, seolah hidup kita sekarang ini terasa terjebak. Di lain sisi, hidup menuntut kita untuk tetap waras, ditengah banyaknya sisi sosial yang cenderung menggila dan tidak masuk diakal.
Penting untuk kita mengenal diri kita sendiri, sehingga kita mampu memberi arah petunjuk untuk kita tetap berjalan dan bergerak. Bukankah yang kita perlukan hanyalah kebahagiaan semata? Pada dasarnya manusia hanya mencari 4 hal untuk dirinya, yakni cinta, kebahagiaan, kedamaian, serta kebebasan. Keempat hal itu tidak bisa kita dapati halnya hujan permen dari langit yang kita khayalkan semasa kecil dulu. Hal-hal tersebut mesti kita perjuangkan bagaimanapun caranya. Langkah-langkah yang kita lakukan semestinya terarah untuk menemukan keempat aspek tersebut. Dengan tahu kemana kita harus melangkah, kita tahu apa yang menjadi tujuan kita dalam hidup.
Namun, untuk hanya sekadar mengetahui saja, kita sudah mengenal itu lebih jauh. Kata-kata motivasi, nasihat, pepatah bahkan sudah di luar kepala untuk kita hafalkan. Hanya saja, kita cukup disadarkan bahwa menjadi dewasa tidak semudah kita pikirkan. Kita dituntut untuk mendapatkan 'privilege' pada banyak hal yang sekiranya tidak bisa kita kuasai. Meskipun hidup dibebankan sebagai sebuah tuntutan, hendaknya kita mengetahui tuntunan bagaimana hidup selayaknya manusia dengan hakikatnya.
Hidup di jaman sekarang memang banyak memudahkan manusia dengan kemewahan teknologi dan segi kepraktisan lainnya. Hanya saja dibalik itu semua banyak sisi yang tidak menguntungkan bagi manusia. Kita terbawa pada kondisi yang dibuat dilematis dan selalu seperti itu. Ketidakpastian yang bergantung. Dalam situasi apapun kita harus tetap 'waras dan hidup'. Kebaharuan cara yang di dapati pada jaman sekaranag akan sangat mempengaruhi kondisi psikologi manusia. Meluaskan cara pandang adalah solusi yang memungkinkan kita untuk menerima perubahan yang terjadi di sekitar kita.