Lihat ke Halaman Asli

Ikmal Trianto

Setengah mahasiswa setengah pekerja

Kesehatan Mental

Diperbarui: 4 Januari 2023   22:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Gambar: Freepik

Isu kesehatan mental belakang ini menjadi isu kontemporer dan menarik perhatian semua orang dan ramai menjadi bahan perbincangan pada berbagai belahan dunia maya maupun obrolan tatap muka. Istilah toxic, anxiety ekstrovert, introvert, life crises ataupun healing merupakan sebagian dari berbagai jenis kosakata yang berkaitan dengan kesehatan mental itu sendiri.

Banyaknya literasi yang mudah didapati dan dijelajahi melalui ranah virtual menjadikan isu ini menarik untuk dikaji lebih jauh. Setiap orang merasakan setidaknya mereka memiliki sedikit pengetahuan akan isu ini. Kesehatan mental bukan lagi menjadi satu isu tabu yang sulit untuk terdiagnosakan berdasar sebab dan ciri tertentu. Tetapi, isu ini bertransformasi menjadi suatu gaya hidup serta bahan pertimbangan dari perkembangan individu dalam menilai sebuah perilaku.

Menurut WHO, kesehatan mental adalah kondisi dimana seseorang mampu menyadari kemampuannya untuk mengatasi stres, bekerja secara produktif dan berperan aktif serta memberikan kontribusi pada lingkungannya. Dan ketika kesehatan mentalnya terganggu, maka otomatis manusia bisa mengalami gejala stres, kecemasan berlebih bahkan hingga depresi yang akan memengaruhi kesehatan fisiknya.

Di Indonesia sendiri kesehatan mental menjadi sebuah fenomena yang cukup dikesampingkan. Banyak sebagian dari kita yang beranggapan bahwa sebetulnya kondisi kesehatan mental ataupun kondisi psikis seseorang itu berkaitan dengan agama yang membawa pada hubungan antara individu dengan Tuhannya, yang mana menjadi indikasikan lemahnya iman. Jika hubungannya baik, maka psikisnyapun baik begitupun sebaliknya. Solusi sederhana yang bisa dilakukan sebagai bagian dari terapi pada kondisi ini yakni dengan cara mendekatkan diri dengan Tuhan dan perbanyak beribadah.

Padahal penyebab dari kesehatan mental itu sendiri bisa muncul karena berbagai faktor yang beragam, seperti kondisi biologis, genetik, lingkungan sosial serta faktor spiritualnya. Penanganan akan kesehatan mental bisa dilakukan secara medis dengan memberikan konsumsi obat-obatan tertentu yang dapat membantu mengurangi gejala terkait. Di luar negeri sendiri, dalam berbagai film yang saya lihat, kondisi ini ditangani langsung oleh para ahli seperti psikiater yang memberikan terapi dengan penggunaan konsumsi obat selama masa pengawasannya.

Cara sederhana lain yang dapat dilakukan adalah dengan membagi kegelisahan yang kita rasakan pada orang lain. Hal itu dimaksudkan untuk meminta respon tentang bagaimana menguraikan permasalahan yang dialami dalam meluaskan pikir untuk memecahkan kebuntuan dari apa yang dicemaskan. Tetapi, tidak banyak juga yang dapat memberikan tanggapan yang sesuai dengan apa yang kita ekspektasikan. Belakangan ini istilah tersebut kita anggap sebagai toxic positivity, sebuah ungkapan yang sama sekali tidak membantu dan lebih bersifat pada tidak menunjukan rasa empati.

Di samping itu, mengunjungi psikolog ataupun psikiater dianggap sebagai suatu yang ditujukan untuk orang-orang yang bermasalah dengan kejiwaannya. Padahal banyak sisi positif yang bisa kita dapat dengan berkonsultasi dari para ahlinya. Menyadari kondisi kesehatan mental dan fisik haruslah menjadi fokus utama dalam menjaga kondisi kesehatan diri kita. Menjaga diri sesuai dengan porsi yang tepat mungkin akan sulit, tetapi kita harus berusaha untuk selalu menjaga keseimbangan dalam hal apapun. Memperbanyak literasi dan sharing dengan orang lain dapat menjadi satu solusi, tapi jangan pula kita terlalu cepat dalam mendiagnosa berdasarkan pemikiran kita sendiri.

Salam sehat, semoga tetap waras :)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline