Penulis : Muhammad Rifky Syaiful Rasyid
Tak terasa seiring bergantinya tahun, kini Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia atau PMII telah genap berusia 62 tahun berkhidmat untuk bangsa dan negara Indonesia tercinta. Dari sejak berdirinya, telah banyak catatan-catatan sejarah yang menuliskan peran dan kontribusi para anggotanya untuk ikutandil membangun negara yang begitu sangat beragam ini.
Kita semua memahami mengenai kondisi bangsa yang sangat begitu beragam, dari Suku, Budaya, Agama, Ras, Keyakinan, dan sikap politik. Tapi tentunya, semua itu merupakan pondasi yang menjadi stimulus untuk setiap kader ataupun anggota untuk berfikir bagaimana menjaga dan merawat soliditas yang terbangun dengan mengedepankan persatuan ditengah-tengah keberagaman. Semua itu dilakukan PMII dengan cara mewakilkan penduduknya di berbagai ruang yang begitu strategis.
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) lahir pada 17 April 1960 oleh tujuh orang pendiri. Sejak hadirnya, organisasi ini masih berkomitmen hingga kini untuk menjadikan ideologi negara sebagai asas dari organisasi yang diiringi dengan kalimat yang membakar semangat "Hubbul Wathon Minal iman (Cinta tanah air adalah bagian dari iman). Tentunya dengan itu bukan keniscayaan bagi siapapun untuk meragukan komitmen kebangsaan dari PMII.
Bagi siapapun yang mengenal atau andil membangun PMII, secara tak langsung telah turut serta membangun bangsa Indonesia. Sebab membangun PMII seperti halnya membangun bangsa Indonesia. Setiap kader selalu menunjukan sikap patriotisme, menirukan dan mencontohkan cara-cara berbangsa di Indonesia yang baik dan benar. Di PMII, setiap orang akan memahami bagaimana saling menghargai, saling merangkul, menghormati perbedaan, dan mengedepankan silahturahim yang bertujuan untuk merawat keberagaman.
Oleh karena itu, negara perlu kiranya merawat PMII sebagai wadah untuk melahirkan generasi emas untuk masa depan Indonesia yang berkarakter dan menjunjung tinggi nilai-nilai kebhinekaan untuk persatuan bangsa Indonesia yang kokoh dan tak goyah komitmennya dalam memegang tujuannya. Seperi diketahui bahwa PMII bertujuan untuk membentuk 'terbentuknya' pribadi muslim yang bertaqwa kepada Allah SWT, berbudi luhur, berilmu, cakap dan bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmunya serta komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia.
Pada usianya yang ke-62 tahun ini, tentunya PMII harus terus memikirkan konsep-konsep yang mempersatukan dan bersiap menghadapi berbagai transformasi gerakan yang anti terhadap perbedaan. Sebagaimana sekarang ini hadir berbagai macam pandangan dan sikap yang berpotensi untuk memecah belah persatuan atau kesatuan bangsa Indonesia. Melalui tajuk Transformasi Gerakan, Merawat Peradaban, menjadi pondasi yang menjadi nilai untuk merubah cara menghadapi situasi yang berpotensi menggentingkan kesatuan kita.
Kita demikian dapat mengulas berbagai jitu-jitu pemikiran yang sejauh ini dihadirkan PMII dalam menghadapi berbagai situasi yang menstimulus hadirnya konflik dan perang antar sesama warga Indonesia. Oleh karena dengan keberadaannya, PMII menjadi bagian dari sumber daya manusia yang sepertinya sangat dibutuhkan negara dalam menjaga keharmonisan berbangsa selama ini. Penting kiranya wadah ini dilestarikan dan dijunjungtinggi keberadaannya.
Dari Indonesia untuk dunia, PMII juga kini banyak diterima berbagai negara dan merawatnya sebagai ruang untuk menciptakan banyak generasi emas di berbagai negara tersebut. Tentu ini menjadi gambaran bahwa tak hanya Indonesia saja yang meyakini kebermanfaatannya, tetapi negara-negara tetangga pun turut meyakini. Oleh karena itu, setiap kita mesti menjunjung tinggi kehormataan organisasi untuk orang banyak di duni ini.
Meski begitu pula, kita juga tetap harus terus menempah diri untuk melakukan berbagai tranformasi gerakan sebagai wujud implementasi menghadapi berbagai pesatnya perkembangan zaman yang kian waktu selalu berubah kebutuhannya. Saat ini, begitu tampak di hadapan kita bagaiman berbagai alat digunakan untuk memecah belah persatuan bangsa, kita dapat mengamati bagaimana berbagai sosial media disusupi dengan berbagai narasi ujaran kebencian dan bahkan tidak menerima pancasila sebagai ideologi bangsa.