Macao memang memberi pesona tersendiri. Pengalaman tak terlupakan datang dari seorang teman yang pernah berpelesir ke Macao. Ya seorang teman bernama Reza yang sudah 6 (enam) tahun tidak saling berjumpa semenjak kami lulus kuliah. Dua tahun belakang kami berteman dalam sebuah grup di Facebook. Yang saya tahu Ayah Reza adalah seorang pengusaha property beretnis Tionghoa yang sudah lama menetap di Banda Aceh di kawasan Peunayong, salah satu kawasan bisnis dan dagang paling sibuk di Kota Banda Aceh yang banyak dihuni oleh etnis Cina. Awalnya ayah Reza adalah seorang non muslim, namun setelah menikah dengan Perempuan Aceh, menjadi muslim.
Semenjak berteman lewat Facebook, saya jadi tahu kalau teman saya ini pernah ke Shanghai, membantu mengurus bisnis papanya nya seperti manufaktur, minimarket, dan reparasi elektronik.
Hatiku bertanya " Ia pernah berkunjung ke Macao nggak ya? Kan tidak terlalu jauh dari Shanghai."
Saya pun mencoba inbox dengan Reza, cukup lama tak dibalas. Namun akhirnya kami saling bertegur sapa. Dia memberitahukan kalau dia baru saja pulang dari Shanghai setelah menikmati festival salju di sana. Saat saya bertanya,
"Pernah berkunjung ke Macao?"
"O,,o pernah, memang nya kenapa? Sudah dua kali malah, cuma kali ini, nggak sempat lagi singgah, karena mau siapkan acara syukuran, padahal pingin banget untuk berkunjung lagi ke Macao, karena saya ada janji seorang gadis." Balas Reza.
"Wow that fantastic, aku pingin banget tahu tentang Macao, kapan nie bisa bertemu, please!" Pintaku.
"Oo pas sekali, tanggal 17 desember ini acara syukuran-nya jangan lupa datang.
Akhirnya saya pun datang dalam acara syukuran toko barunya. Disitulah kami saling tatap muka, ngobrol, tukar pikiran dan saling cerita.
Reza tahu kalau aku Kompasianer, melalui beberapa tulisanku yang pernah ia baca saat saya share di FB. Ia sangat senang jika kisah dan pengalamannya dijadikan sebagai sebuah artikel olehku. Reza sendiri juga ingin menjadi Kompasianer, namun ia menyadari jika dirinya tidak pandai merangkai kata menjadi sebuah artikel. Ia hanya pandai dalam berbisnis. Saat saya tanya,
"Kenapa nggak belajar menulis?