Lihat ke Halaman Asli

Mereka Seharusnya Tetap Setia kepada Saya…

Diperbarui: 26 Juni 2015   09:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

"Mereka seharusnya tetap setia kepada saya. Sejak kecil dan selama perang saya terus-menerus menerima nasehat mereka dan saya percayai, tetapi sekarang merekalah orang yang pertama meninggalkan saya..." (Karel A. Steenbrink, beberapa aspek tentang Islam di Indonesia pada abad 19)

Itulah kata yang sempat diucapkan oleh Sultan Ngabdulkamid Herucakra Kabirulmukminina Kalifatul Rasulullah Hamengkubowono Senapati Ingalaga Sabilullah ing Tanah Jawa (lebih di kenal dengan sebutan Pangeran Diponegoro) ketika dibawah pengawasan Mayor De Stuers 'dibawa' ke Magelang, Semarang untuk selanjutnya dibawa ke Batavia. Ungkapan ini muncul tatkala P. Diponegoro dihadapkan pada realitas bahwa para kaum Priyayi dan santri berangsur-angsur 'menyerah' kepada Belanda.

'menyerahnya' kaum santri dan priyai pada Belanda bias jadi karena factor hilangnya karisma P. Diponegoro (tepatnya kata-kata yang tidak dapat dibuktikan) dimata sebagian pendukungnya. Sebagaimana diketahui dalam mitos Jawa, kemampuan seseorang itu kadang bukan disebabkan karena kualitas olah piker bersangkutan, tetapi banyak juga ditentukan oleh kekuatan untuk meyakinkan orang dengan kemampuan 'magic' yang ia kuasai (contoh: janji berlebihan terhadap para pengikutnya yang mengharapkan mukjizat, jimat yang ternyata tidak manjur_dimana para pemakainya di barisan pertama yang terkenal gagah berani pada akhirnya mati tatkala berhadapan dengan 'bedil' Belanda, walhasil terlihat bahwa perang Jawa ini 'hanya' begitu hebat pada fase awal.. selanjutnya adalah perlawanan sporadic dari pihak P. Diponegoro yang masih berfikiran idealis... tentu saja, pada akhirnya "janji-janji" yang tidak terbukti itu berakibat melemahnya perlawanan Pangeran Diponegoro dan akibat paling fatal adalah tertangkapnya beliau untuk selanjutnya diasingkan di Manado)

Siapakah P. Diponegoro itu? Beliau lahir tahun 1785, anak tertua dari Sultan Hamengkubowono III (w 1814). Pasca wafatnya Sultan HB III, bukan P. Diponegoro yang diangkat, melainkan HB IV yang masih muda sekali! Bahkan ketika HB IV wafat (1822) bukan P. Diponegoro yang menggantikan, tetapi putera HB IV yang masih berusia 3 tahun. Dan P. Diponegoro pun menjadi wali bagi sultan yang baru diangkat tersebut. Kenapa P. Diponegoro tidak diangkat menjadi Sultan pasca ayahandanya (HB III) wafat?, ada dua alas an utama

1. Ibu P. Diponegoro bukan dari golongan bangsawan

2. Pemerintah Belanda (sebagai penjajah) tidak setuju pengangkatan beliau menjadi Sultan.

Tahun 1825, Pemerintah Belanda membangun Jalan baru yang melewati sebagian daerah istana P. Diponegoro di Tegalrejo tanpa konsultasi dan pemberitahuan kepada P. Diponegoro. Dan inilah yang menjadi alas an utama perlawanan P. Diponegoro terhadap pemerintah Yogyakarta (dipimpin Patih Mangkubumi) dan Pemerintah Belanda.

Adakah alasan lain berkobarnya perang P. Diponegoro (yang kemudian dikenal dengan Perang Jawa?), asal diketahui saja, perang jawa yang terjadi pasca meletusnya Gunung Merapi (tepatny terjadi sepanjang 1825-1830) merupakan perang yang menelan biaya yang begitu mahal bagi pihak Belanda, karena pentingnya Perang Jawa, pada akhirnya pihak Belanda yang sedang berupaya menumpas gerakan perjuangan rakyat di Aceh bersedia menahan diri dengan melakukan persetujuan damai dan selanjutnya memfokuskan pada penumpasan perlawanan di tanah Jawa.

Ada beberapa alasan terjadinya berkobarnya perang jawa (dengan hebat):

1. 1. Perang saudara (Surakarta membantu Yogyakarta dalam menentang P. Diponegoro)

2. 2. Perang colonial (pihak Belanda menyokong dan memimpin tentara Yogyakarta dan Surakarta)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline