Pemindahan ibu kota negara (IKN) menjadi perdebatan hingga saat ini. Pemindahan Ibukota ke wilayah Kalimantan Timur, tepatnya di Kutai Kartanegara (Kukar) dan Penajam Paser Utara (PPU) yang direncanakan sebagai lokasi IKN baru. Wacana pemindahan IKN ini sebenarnya telah muncul sejak lama digagas oleh pemerintah.
Namun, baru di tahun 2017 melalui Kementerian PPN/Bappenas, upaya pemindahan IKN ini kembali dihidupkan dan digagas secara serius. Hal ini dibuktikan dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara dan dialokasikannya dana besar untuk pembangunan Ibu Kota Negara Baru (IKN) di Kalimantan. Tercatat, pemerintah Indonesia mengalokasikan dana sebesar Rp23 triliun untuk pembangunan IKN pada tahun 2023.[1]
Pemilihan Kalimantan sebagai pusat IKN mendapat beragam tanggapan, termasuk dari peneliti nasional dan internasional. Alasan utama pemilihan Kalimantan adalah karena wilayahnya memiliki hutan terluas dan ekosistem alam yang memadai. Namun, hal ini justru menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat dan pengamat, yang memprediksikan kerusakan alam, hutan, atau lingkungan hidup akibat pembangunan IKN[2]. Oleh karena itu perlu peninjauan secara prinsip pembangunan dan kondisi terkini wilayah IKN.
Prinsip Pengembangan Forest City
Pembangunan hutan kota di IKN berlandaskan pada beberapa prinsip, yaitu konservasi sumber daya alam dan habitat satwa liar, keterhubungan dengan alam, pembangunan rendah karbon, pengembangan sumber daya air yang holistik, terpadu, dan berkelanjutan, pembangunan terkendali (Anti-sprawl development), serta pelibatan masyarakat (warga negara) dan rimbawan. Setidaknya ada 6 prinsip pengembangan forest city pada IKN yang perlu diterapkan.[3]
1. Prinsip konservasi sumber daya alam dan habitat hewan
prinsip ini difokuskan pada meminimalisir kerusakan ekosistem alam yang ada selama pengembangan. Upaya menjaga ekosistem alam, termasuk habitat alami hewan dan tumbuhan, menjadi prioritas utama. Prinsip ini juga menjadi landasan dalam menjamin kelestarian hutan dengan cara melindungi atau memulihkan ekosistem hutan untuk meningkatkan kualitas lingkungan.
2. Terhubung dengan alam
Prinsip pembangunan kota hutan selanjutnya adalah menciptakan pembangunan perkotaan yang terhubung dengan alam dan hutan di dalam dan sekitar kota. Hal ini dapat dicapai dengan menyediakan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan, termasuk koridor hijau. Menghubungkan manusia dengan alam dapat menjadi cara yang efektif untuk mendorong tindakan melindungi lingkungan dan mencegah kerusakan alam.[4]
3. Pembangunan rendah karbon