"Transformasi Digital dalam Pemasaran Kelapa Sawit: Dari Kebun ke Layat Menuju Pertanian Berkelanjutan (Petani-Perusahan)"
Saichul Ikhsan Nasution; Eva Dolorosa
Prodi Magister Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Tanjungpura
Pendahuluan
Seperti yang kita ketahui kelapa sawit merupakan salah satu komoditas andalan di Indonesia yang punya nilai ekonomi besar, baik untuk pasar domestik maupun ekspor. Namun, di tengah persaingan pasar global dan meningkatnya kesadaran akan pentingnya pertanian berkelanjutan, produk kelapa sawit kita menghadapi berbagai tantangan.
Salah satunya adalah cara pemasaran yang masih banyak bergantung pada metode konvensional. Padahal, sekarang sudah era digital yang mana banyak bisnis, termasuk produk pertanian, bisa dipasarkan dengan lebih luas lewat internet dan platform digital. (Admin Arvis, 2024; Subagyo, 2024; Yusuf & Faturohman, 2024; Yuwono, 2021).
Lebih lanjut, digitalisasi memungkinkan peningkatan jangkauan pasar. Melalui platform e-commerce dan media sosial, produsen kelapa sawit dapat menjangkau konsumen dari berbagai belahan dunia. Selain itu, digitalisasi pemasaran bisa membantu meningkatkan transparansi dan akuntabilitas produk kelapa sawit Indonesia.
Memanfaatkan teknologi digital, proses pemasaran yang tadinya rumit bisa jadi lebih sederhana, efisien, dan ramah lingkungan, sesuai dengan prinsip-prinsip pertanian berkelanjutan yang semakin penting di dunia agribisnis.
Kemudian dengan memahami proses "Dari Kebun ke Layar" bisa melihat bagaimana teknologi membantu produk kelapa sawit Indonesia lebih dikenal luas, memenuhi standar keberlanjutan, dan berdaya saing tinggi.
Transformasi Digital dalam Pemasaran dan Pengelolaan Kelapa Sawit
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas unggulan Indonesia, terutama dalam bentuk Tandan Buah Segar (TBS). Produk ini memiliki banyak manfaat sebagai bahan baku industri minyak sawit mentah (CPO) dan turunannya seperti minyak goreng, biodiesel, dan kosmetik.
Indonesia merupakan salah satu produsen dan eksportir utama kelapa sawit di dunia. Proses pemasarannya, rantai pemasaran TBS melibatkan beberapa tahapan mulai dari petani, pedagang pengumpul, hingga konsumen akhir yang dalam hal ini adalah pabrik kelapa sawit.
Terdapat dua saluran utama dalam pemasaran TBS: Saluran I, di mana TBS dijual melalui pedagang pengumpul sebelum mencapai pabrik, dan Saluran II, di mana petani menjual langsung ke pabrik tanpa perantara. Penjualan langsung ke pabrik memberikan keuntungan yang lebih besar bagi petani, karena mengurangi biaya pemasaran seperti transportasi dan potongan dari pedagang (Kana, A, Y. Suyanto, A dan Suharyani, 2022).
Transformasi digital dalam pemasaran kelapa sawit membawa banyak perubahan positif bagi petani dan produsen. Memanfaatkan teknologi, petani kini memiliki akses yang lebih luas terhadap informasi dan pelatihan.
Melalui aplikasi dan platform edukatif, petani bisa mendapatkan pengetahuan baru tentang teknik bertani yang lebih efisien dan berkelanjutan.
Selain itu, digitalisasi membawa transparansi dalam rantai pasok, yang membantu mengurangi kecurangan dan meningkatkan kepercayaan antara petani dan pembeli. Teknologi ini memungkinkan petani meningkatkan keuntungan mereka melalui koneksi langsung dengan konsumen, yang memungkinkan penjualan dengan harga lebih adil dibandingkan melalui perantara.
Salah satu inovasi digital marketing yang mulai diterapkan adalah penggunaan platform e-commerce khusus hasil pertanian dan teknologi blockchain. Teknologi ini tidak hanya memastikan keaslian produk tetapi juga memberikan informasi rinci tentang asal-usul dan kualitas TBS, yang menjadi nilai tambah di pasar.
Berdasarkan (STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR MANAJEMEN PANEN DAN PEMASARAN TBS, 2016) mekanisme penjualan TBS dari petani melaui pemantauan dan penangan pasca panen yang mana TBS harus dipanen saat tingkat kematangan optimum (ditandai dengan jumlah brondolan) dan diolah maksimal 24 jam setelah panen untuk menjaga kualitas minyak dan mencegah peningkatan asam lemak bebas serta dilakukan sortasi dan grading.
Penelitian (Kana, A, Y. Suyanto, A dan Suharyani, 2022; Sophia et al., 2023) menunjukkan bahwa petani yang menjual langsung ke pabrik dapat meningkatkan keuntungan mereka karena tidak perlu membayar biaya perantara seperti transportasi tambahan atau potongan margin oleh pedagang pengumpul.
Sebagai contoh, petani yang menjual langsung ke pabrik menerima harga lebih tinggi dengan margin hingga Rp1.570/kg dibandingkan Rp1.170/kg melalui saluran pedagang pengumpul.
Namun dalam kedua penelitian tersebut tidak menyebutkan bahwa petani menggunakan digital marketing atau media sosial untuk menjual langsung hasil panen ke pabrik sehingga hal ini menunjukkan adanya peluang untuk memanfaatkan teknologi digital dalam pemasaran TBS untuk meningkatkan akses pasar dan efisiensi transaksi.
Lebih lanjut, pemanfaatan media sosial sebagai alat pemasaran merupakan salah satu inovasi penting dalam pertanian kelapa sawit. Media sosial tidak hanya berfungsi sebagai sarana promosi, tetapi juga sebagai platform untuk berinteraksi langsung dengan konsumen yang jangkauannya lebih luas.
Selain soal akses jangkauan yang luas, digitalisasi juga mendukung prinsip pertanian berkelanjutan, yang sekarang makin penting di dunia agribisnis yang mana dengan pengimplementasian teknologi digital, penggunaan sumber daya dalam pertanian kelapa sawit menjadi lebih efisien. Pengurangan limbah dan emisi gas rumah kaca dapat dicapai melalui pengelolaan sumber daya yang lebih baik dan praktik pertanian yang lebih matang.
Penutup
Menghadapi persaingan pasar global yang semakin ketat, transformasi digital menjadi sebuah keharusan bagi industri kelapa sawit Indonesia. Memanfaatkan teknologi digital, mulai dari e-commerce hingga blockchain, produk kelapa sawit tidak hanya dapat menjangkau pasar yang lebih luas tetapi juga memenuhi standar keberlanjutan yang semakin dihargai oleh konsumen.
Pengimplementasian teknologi digital membuka peluang baru bagi petani untuk meningkatkan efisiensi, transparansi, dan keuntungan. Demikian proses pemanenan hingga pemasaran, digitalisasi mendukung terciptanya rantai pasok yang lebih terintegrasi dan adil. Selain itu, teknologi ini mendorong praktik pertanian yang lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan, sekaligus meningkatkan daya saing produk kelapa sawit Indonesia di pasar internasional.