Lihat ke Halaman Asli

Ikhsan Madjido

Menulis, traveling, fotografi

8 Alasan Perlunya Menanamkan Budaya Kritik Sejak Dini

Diperbarui: 2 Februari 2025   16:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Orang tua merasa takut bahwa anak yang terlalu kritis akan menjadi sulit diatur (primagefactory via kompas.com)

Suatu pagi, Hafid duduk di meja makan sambil menyeruput kopi yang mulai mendingin. Di hadapannya, anaknya, Rani, yang baru berusia empat tahun, sibuk mengajukan pertanyaan tanpa henti.

"Pa, kenapa langit warnanya biru? Kenapa hujan turun dari atas? Kalau kita gali tanah terus, bisa ketemu apa?" Hafid tersenyum, tapi dalam hati, ia mulai kewalahan. Setiap jawaban yang ia berikan justru memancing lebih banyak pertanyaan. Anak sekecil ini sudah begitu kritis, pikirnya. Namun, haruskah ia merasa khawatir atau justru bangga?

Di era informasi yang bergerak cepat dan tanpa batas, memiliki pola pikir kritis adalah aset yang tak ternilai. Sayangnya, masih banyak orang tua dan pendidik yang menganggap budaya kritik sebagai sikap menentang atau bahkan tanda ketidaksopanan.

Padahal, membangun budaya kritik sejak dini bukan hanya penting, tetapi juga krusial dalam membentuk karakter dan kecerdasan anak. Berikut adalah beberapa alasan mengapa budaya kritik perlu ditanamkan sejak kecil.

1. Mengembangkan Kemampuan Berpikir Analitis

Seorang anak yang terbiasa berpikir kritis tidak akan sekadar menerima jawaban mentah-mentah. Mereka akan belajar untuk bertanya, mengevaluasi, dan memahami suatu konsep secara lebih mendalam.

Jika seorang anak bertanya, "Mengapa langit berwarna biru?" dan hanya dijawab, "Karena memang begitu," maka rasa ingin tahunya akan terhambat. Namun, jika dijelaskan tentang bagaimana cahaya matahari berinteraksi dengan atmosfer, anak akan memiliki pemahaman yang lebih luas.

2. Meningkatkan Kreativitas dan Inovasi

Anak yang berpikir kritis juga lebih kreatif. Mereka terbiasa mempertanyakan hal-hal yang sudah dianggap biasa dan mencoba mencari cara baru untuk menyelesaikan masalah. Misalnya, ketika menghadapi tugas sekolah tentang pengelolaan sampah, anak yang terbiasa berpikir kritis tidak hanya akan membuang sampah pada tempatnya, tetapi juga berpikir bagaimana mendaur ulang sampah tersebut menjadi sesuatu yang berguna.

3. Membangun Rasa Percaya Diri

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline