Lihat ke Halaman Asli

Ikhsan Madjido

Menulis, traveling, fotografi

Jokowi Masuk Daftar Pemimpin Terkorup versi OCCRP: Kontroversi dan Tanggapan

Diperbarui: 2 Januari 2025   02:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jokowi Masuk Daftar Pemimpin Paling Korup  (Sumber gambar: BPMI Setpres)

Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP), sebuah lembaga independen yang fokus pada isu korupsi global, merilis daftar finalis "Person of the Year 2024 in Organized Crime and Corruption."

Dalam daftar tersebut, mantan Presiden Indonesia, Joko Widodo (Jokowi), masuk sebagai salah satu dari enam tokoh yang dinilai memiliki keterlibatan besar dalam korupsi dan kejahatan terorganisir di dunia.

Selain Jokowi, daftar ini juga mencantumkan nama-nama pemimpin dunia lainnya, seperti Presiden Kenya William Ruto, Presiden Nigeria Bola Ahmed Tinubu, Mantan Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina, dan pengusaha India Gautam Adani.

Menurut OCCRP, penentuan finalis dilakukan melalui proses voting yang melibatkan pembaca, jurnalis, dan jaringan global mereka.

Masuknya nama Jokowi dalam daftar ini memicu beragam reaksi di tanah air. Menurut OCCRP, daftar ini dibuat untuk mengekspos individu-individu yang memiliki pengaruh besar terhadap korupsi di negaranya masing-masing.

Mantan Presiden Suriah, Bashar Al-Assad, bahkan dinobatkan sebagai pemenang "Person of the Year" karena dinilai melakukan kerusakan politik, ekonomi, dan sosial yang luar biasa besar selama 24 tahun kepemimpinannya.

Sejumlah pihak di Indonesia, termasuk Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP, mendorong agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanggapi laporan OCCRP ini secara serius. 

Juru Bicara PDIP, Guntur Romli, menyatakan bahwa laporan OCCRP dapat menjadi petunjuk bagi aparat penegak hukum, seperti KPK, untuk menyelidiki dugaan kerugian negara selama masa pemerintahan Jokowi.

"Dengan pengalaman dan jaringan KPK, tentu mereka bisa bekerja sama dengan OCCRP untuk menyelidiki dan memeriksa," ujar Guntur.

Meski demikian, laporan ini juga menuai kritik. Beberapa pihak menilai OCCRP tidak memberikan bukti konkret yang mendukung tuduhan terhadap Jokowi. Selain itu, proses penentuan finalis yang berbasis voting dinilai kurang objektif, karena melibatkan opini publik dan tidak sepenuhnya berbasis fakta hukum.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline