Lihat ke Halaman Asli

ikhsan bang haji

adalah seorang pegawai desa di Desa Wanayasa

Desa Bersatu Apakah Sebuah Solusi?

Diperbarui: 17 Juni 2024   09:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Logo Desa Bersatu (Sumber Medsos Desa Bersatu)

Fakta di lapangan yang selama ini seringkali terjadi di desa adalah pergesekan antara Kepala Desa, BPD dan perangkat desa dengan berbagai alasan dan dinamikanya, dari skala kecil hingga gesekan yang menyebabkan terganggunya pelaksanaan pemerintahan desa. Meski dapat dimaklumi sebagai dinamika dalam sebuah tubuh pemerintahan desa, tetapi bahwa masyarakat desa kemudian menilai kinerja, soliditas dan "tauladan" para pengelola pemerintahan desa (Kepala Desa, BPD, Perangkta desa dan Lembaga desa lainnya) ini akan menjadi nilai negatif tersendiri kepada pemerintah desa tersebut.

Memang selalu ada upaya dan solusi untuk menyamakan persepsi diantara ketiga unsur desa tersebut, bahwa di desa pada umumnya semua permasalahan dapat diatasi dengan proses musyawarah kekeuargaan, tetapi bila pergesekan ini terus terjadi dalam sebuah tubuh pemerintahan desa maka secara berangsur ini akan merusak dari apa yang dicita-citakan desa secara umum, juga mencederai "ruh" daripada desa itu sendiri yaitu "Kekeluargaan".

Seperti yang diketahui pemerintah desa dapat dikatakan sebagai miniatur demokrasi Indonesia, dimana berbagai kebijakan pembangunan ditetapkan berdasarkan musyawarah yang berarti tidak ada penguasa tunggal yang dapat sevara sendiri-sendiri menentukan arah kebijakan pembangunan desa. Masyarakat dituntut berpartisipasi aktif dalam menentukan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDES) dan ikut dalam proses pelaksanaan serta pengawasannya.

Lalu bagaimana jadinya bila unsur-unsur pembentuk pemerintahan desa selalu bersitegang, berbeda visi dan "tak pernah akur" terus menerus?

Kongres Desa pada tanggal 22-24 Maret 2024 di Jakarta adalah salah satu proses yang tujuannya adalah mencari solusi atas permasalah tersebut di atas, dimana delapan organisasi desa tingkat nasional bersatu duduk bersama, menyamakan persepsi pembangunan desa, bersama-sama mencari solusi atas segala permasalahan desa serta menyatakan bahwa Desa Harus Bersatu yang kemudian diwujudkan dengan membentuk sebuah Organisasi bernama Desa Bersatu.

Desa Bersatu tentu saja jangan hanya sekedar nama, jangan hanya sekedar lembaga, jangan hanya sekedar sebuah organisasi yang menghimpun delapan organisasi desa nasional tanpa tujuan, tanpa visi dan misi. Desa Bersatu harus dirancang untuk kemaslahatan Desa secara umum, bukan hanya bagi para kepala desa, BPD, Mantan Kepala desa atau Perangkat Desa saja, apalagi bertujuan untuk hal yang bersifat pribadi atau golongan. Tujuan dari Desa Bersatu harus jauh lebih besar dan mencakup seluruh aspek yang berhubungan dengan desa.

Tidak dapat diingkari bahwa revisi Undang-undang Desa Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa yang kini telah disahkan oleh pemerintah menjadi Undang-Undang Desa nomor 3 tahun 2024 adalah buah dari kebersamaan seluruh organisasi desa tanpa menyebut siapa dan organisasi mana yang paling berjasa serta paling dominan dalam memperjuangkan revisi undang-undang tersebut.

Demonstrasi para kepala desa, BPD, Perangkat desa dan bahkan Purna Kepala desa dilakukan berkali-kali bukan tanpa perjuangan, bukan tanpa pengorbanan dan bukan tanpa hambatan. Seluruh unsur yang terlibat mempunyai andil yang sama dalam memperjuangkan revisi undang-undang desa tersebut.

Tentu saja dalam perjalanannya banyak sekali pihak yang "nyinyir", pesimis atau bahkan menuduh bahwa gerakan ini hanya bersifat politis dan pragmatis demi kepentingan segelintir orang. Itu dapat dipahami dan tentu saja sebagai sebuah hal yang wajar dalam perjuangan. Tetapi kenyataannya bahwa delapan organisasi desa ini tetap fokus pada tujuannya dan tetap solid bersatu sehingga hari ini undang-undang desa telah resmi direvisi dan disahkan oleh pemerintah.

Lalu mengenai materi revisi Undang-undang Desa tersebut, apakah dengan ditambahnya masa jabatan Kepala Desa dan BPD merupakan keuntungan hanya bagi Kepala desa dan BPD saja? Tentu saja tidak. Masa jabatan ini erat kaitannya dengan proses pelaksanaan pemerintahan desa secara umum dan akan berdampak positif bagi proses pembangunan di desa, berbagai dinamika politis yang kerap terjadi di desa diharapkan akan dapat diredam karena "interval" pemilihan kepala desa semakin berjarak selama delapan tahun. Ini bukan tentang ketidakpercayaan terhadap warga desa atau pemerintah desa yang tidak akan mampu menyelesaikan persoalan dalam 6 tahun, tetapi langkah menambah menjadi 8 tahun masa jabatan ini justru memberikan ruang lebih luas kepada masyarakat desa dan pemerintah desa untuk bersama-sama membangun desa dalam atmosfir desa yang lebih kondusif serta membuat perencanaan desa yang lebih matang. Di samping itu ada efisiensi anggaran PILKADES, yang kemudian dapat dimanfaatkan untuk pembangunan desa yang lebih urgent untuk masyarakat desa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline