Lihat ke Halaman Asli

Ikhsan

S1 MATEMATIKA UNIVERSITAS AIRLANGGA

Permasalahan Kesehatan Mental sebagai Dampak Pandemi Covid-19

Diperbarui: 14 Juni 2022   17:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi pribadi

Infeksi virus Severe Acute Respiratory Syndrome – Coronavirus 2 (SARS-CoV-2) di Provinsi Wuhan, China pada 31 Desember 2019 menjadi awal terjadinya pandemi COVID-19 yang saat ini hampir dapat ditemukan di seluruh belahan dunia. 

Infeksi virus tersebut menyebabkan penyakit dengan gejala berat seperti Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS). Hal tersebut membuat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendeklarasikan Pandemi COVID-19 sebagai Darurat Kesehatan Masyarakat secara Global (Global Public Health Emergency) pada 30 Januari 2020. 

Semua pihak telah melakukan berbagai upaya untuk menyelesaikan permasalah pandemi COVID-19 seperti himbauan untuk melakukan pembatasan kegiatan sosial, penerapan protokol kesehatan, dan vaksinasi massal. Namun, upaya-upaya tersebut belum bisa mengatasi Pandemi COVID-19 secara tuntas. 

Bahkan hingga saat ini kasus positif COVID-19 di seluruh dunia telah mencapai angka 524 juta jiwa dengan jumlah kematian mencapai 6,2 juta jiwa. Di Indonesia sendiri, hingga Rabu (5/18/2022), jumlah kasus positif COVID-19 telah mencapai angka 6,05 juta jiwa dengan tingkat kematian sebesar 156 ribu jiwa (WHO 2022).

Pandemi COVID-19 bukan hanya mengancam kesehatan secara fisik, melainkan juga berdampak pada kesehatan mental. Kesehatan mental adalah kondisi dari kesejahteraan yang disadari individu, yang di dalamnya terdapat kemampuan-kemampuan untuk mengelola stres kehidupan yang wajar. Sederhananya, individu dapat bekerja secara produktif dan menghasilkan serta berperan di lingkungannya (WHO). Sebagai salah satu sektor yang sangat terdampak pandemi, kesehatan mental merupakan salah satu bidang kesehatan masyarakat yang paling terabaikan. Bahkan, sebelum pandemi terjadi, data menunjukkan hampir 1 miliar orang hidup dengan gangguan mental dan 1 orang meninggal setiap 40 detik karena bunuh diri (Saxena, 2016; World Health Organization, 2020a). Di Indonesia, berdasarkan Sistem Registrasi Sampel yang dilakukan Badan Litbangkes (2016), diperoleh data bunuh diri per tahun sebanyak 1.800 orang atau setiap hari ada 5 orang melakukan bunuh diri, 47,7% korban bunuh diri pada usia 10-39 tahun yang merupakan usia anak remaja dan usia produktif serta prevalensi orang dengan gangguan jiwa sekitar 1 dari 5 penduduk, artinya sekitar 20% populasi di Indonesia itu mempunyai potensi-potensi masalah gangguan jiwa. Jika dikaitkan dengan kondisi pandemi COVID-19 tentu kesehatan mental menjadi masalah serius. Akan tetapi, di sebagian besar negara berkembang masalah kesehatan mental belum diprioritaskan, termasuk di Indonesia.

Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah sumber daya manusia profesional sebagai tenaga kesehatan jiwa yang masih sangat kurang, rumah sakit jiwa yang belum tersedia pada setiap provinsi, dan diskriminasi terhadap penderita kesehatan mental akibat kurangnya pengetahuan dan kepedulian masyarakat. Padahal kesehatan mental merupakan aspek penting dalam mewujudkan kesehatan yang menyeluruh. Bahkan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengidentifikasi kesehatan mental sebagai komponen integral dari penanggulangan COVID-19. Berdasarkan alasan tersebut pemerintah harus lebih berupaya untuk menyelesaikan permasalahan kesehatan mental di Indonesia.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline