Lihat ke Halaman Asli

Khairul Ikhsan

Selamat datang di media masa seputar perkembangan pendidikan

Libur Sekolah Selama Ramadhan: Antara Kesempatan Beribadah dan Tantangan Pendidikan

Diperbarui: 10 Januari 2025   09:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto ilustrasi libur sekolah selama ramadhan (Sumber: Artificial Intelligence)

Setiap tahun, bulan Ramadhan menjadi momen istimewa bagi umat Islam. Di Indonesia, tradisi menjalani ibadah puasa sering kali bersinggungan dengan kegiatan belajar-mengajar di sekolah. Usulan untuk meliburkan sekolah selama Ramadhan menjadi perbincangan yang kerap menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat, tenaga pendidik, dan pemerintah. Kebijakan ini dianggap relevan oleh sebagian pihak, namun juga dipandang kurang tepat oleh yang lain.

Mereka yang mendukung libur sekolah selama Ramadhan berargumen bahwa bulan suci ini adalah waktu bagi umat Islam untuk memperbanyak ibadah, seperti sholat tarawih, membaca Al-Qur'an, dan mengikuti kajian keagamaan. Dengan libur sekolah, siswa diharapkan memiliki lebih banyak waktu untuk mendekatkan diri kepada Tuhan tanpa terganggu oleh jadwal pelajaran yang padat. Selain itu, libur juga dapat membantu siswa menghemat energi karena puasa dapat mengurangi stamina fisik dan konsentrasi.

Namun, di sisi lain, ada pihak yang menganggap bahwa libur panjang selama Ramadhan dapat mengganggu proses pendidikan. Mereka menilai bahwa pendidikan formal tetap penting, bahkan selama bulan suci. Kebijakan ini dikhawatirkan mengurangi durasi pembelajaran yang sudah diatur sesuai kalender akademik. Kekhawatiran lain adalah dampak pada efektivitas pelajaran, terutama bagi siswa yang akan menghadapi ujian akhir atau ujian masuk jenjang pendidikan berikutnya.

Pemerintah dan beberapa lembaga pendidikan mencoba mencari jalan tengah dengan mengatur jam sekolah lebih pendek atau mengganti metode pembelajaran selama Ramadhan. Pendekatan ini dianggap sebagai solusi moderat yang memungkinkan siswa tetap mendapatkan pendidikan formal, sambil memberikan waktu yang cukup untuk menjalankan ibadah. Beberapa sekolah juga menyisipkan kegiatan keagamaan dalam kurikulum Ramadhan, seperti pesantren kilat atau kajian tematik.

Dari sudut pandang orang tua, pendapat mereka juga terpecah. Sebagian orang tua mendukung libur Ramadhan karena merasa dapat lebih mudah mengawasi dan mendampingi anak-anak menjalankan ibadah di rumah. Sebaliknya, ada pula orang tua yang khawatir anak-anak justru memanfaatkan waktu libur untuk hal-hal yang tidak produktif, seperti bermain gadget atau aktivitas yang tidak berfaedah.

Kebijakan libur sekolah selama Ramadhan juga memiliki dampak ekonomi. Bagi sebagian besar guru honorer yang penghasilannya tergantung pada jam mengajar, libur panjang dapat mengurangi pendapatan mereka. Selain itu, kebijakan ini dapat memengaruhi pengelolaan sekolah, seperti penyusunan ulang kalender akademik dan pengaturan kegiatan di luar pembelajaran formal.

Dengan berbagai argumen pro dan kontra, kebijakan ini perlu dipertimbangkan secara matang oleh pemerintah dan lembaga pendidikan. Dialog yang melibatkan semua pihak, termasuk siswa, guru, dan orang tua, menjadi kunci untuk menemukan solusi terbaik. Tujuannya adalah menciptakan kebijakan yang tidak hanya mendukung ibadah di bulan suci, tetapi juga menjaga keberlanjutan proses pendidikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline