Lihat ke Halaman Asli

Khairul Ikhsan

Selamat datang di media masa seputar perkembangan pendidikan

Inaq Tegining & Amaq Teganang

Diperbarui: 3 Januari 2025   20:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Inaq Tegining dan Amaq Teganang, pasangan penggembala sapi yang terkenal ulet dan sabar (sumber : Artificial Intelligence)

Di sebuah desa kecil di kaki bukit Mandalika, hiduplah sepasang suami istri yang sederhana. Mereka adalah Inaq Tegining dan Amaq Teganang, pasangan penggembala sapi yang terkenal ulet dan sabar. Setiap pagi, mereka menggiring sapi-sapi mereka ke padang rumput hijau di lereng bukit. Mereka hidup dari hasil jual susu dan anak sapi, cukup untuk makan sehari-hari dan memenuhi kebutuhan sederhana mereka.

Namun, hidup mereka tidak sepenuhnya damai. Tetangga mereka, Bu Julaeha, terkenal sebagai orang yang suka bergosip dan selalu memandang rendah pekerjaan orang lain. Baginya, pekerjaan menggembala sapi adalah pekerjaan rendah yang tidak pantas dibanggakan.

Bu Julaeha, orang yang suka bergosip dan selalu memandang rendah pekerjaan orang lain (sumber : Artificial Intelligence)

"Orang seperti Inaq Tegining dan Amaq Teganang itu tidak punya ambisi. Hidup kok cuma menggembala sapi. Tidak malu apa sama tetangga?" ujar Bu Julaeha pada suatu pagi, kepada beberapa ibu-ibu di warung kopi.

Kabar tentang sindiran Bu Julaeha sampai ke telinga Inaq Tegining. Namun, ia hanya tersenyum tipis. "Biarkan saja, Amaq. Kita jalani hidup kita sendiri. Rezeki itu datang dari Allah, bukan dari omongan orang," katanya sambil melanjutkan pekerjaannya menganyam tali untuk sapi.

Beberapa bulan berlalu. Suatu hari, Amaq Teganang mendengar kabar bahwa desa mereka akan mengadakan lomba tahunan untuk mencari sapi terbaik. Hadiahnya besar: uang tunai, emas, dan pengakuan sebagai penggembala terbaik di desa. Amaq Teganang melihat ini sebagai kesempatan emas.

Desa akan mengadakan lomba tahunan untuk mencari sapi terbaik (sumber : Artificial Intelligence)

"Inaq, bagaimana kalau kita ikut lomba itu? Kita bawa si Leman," kata Amaq Teganang, menyebut salah satu sapi jantan mereka yang besar dan kuat.

Inaq Tegining setuju. Mereka mulai merawat si Leman dengan lebih telaten. Setiap pagi, Amaq Teganang memandikannya di sungai, sementara Inaq Tegining menyiapkan makanan terbaik untuk si Leman. Mereka juga melatih si Leman agar tetap tenang di hadapan keramaian.

Hari lomba pun tiba. Desa itu penuh dengan keramaian, dan hampir semua tetangga datang untuk menyaksikan. Bu Julaeha, yang sebelumnya mengejek, hanya melirik sinis ketika melihat Inaq Tegining dan Amaq Teganang datang membawa si Leman.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline