[caption id="attachment_307439" align="alignnone" width="212" caption="Ilustrasi : hirangputihhabang.wordpress.com"][/caption]
Lucunya negeri ini, itulah kalimat yang bisa saya lontarkan melihat perangai pejabat korup dan masyarakat yang menerima uang sogokan apalagi ini tahun pemilu. Pada pemilihan caleg kemaren sudah jadi hal yang lumrah mendengar para caleg bagi-bagi uang untuk menarik simpatisan agar memilih caleg yang memberi uang. Bahkan secara terang-terangan beberapa caleg DPR RI mengaku menghabisnkan dana untuk kampanye hingga milyaran rupiah, jumlah yang sangat fantastis. Begitu gelap matanya mereka menghabiskan dana milyaran, padahal kalau dihitung secara matematis maka gaji mereka selama 5 tahun menjabat di DPR apabila memang terpilih tidaklah sampai pada angka yang mereka keluarkan untuk kampanye.
Atas nama rakyat para caleg ini mengaku rela mengeluarkan uang banyak untuk memajukan bangsa ini dan mensejahterakan rakyatnya. Rakyat yang mana entahlah, tapi saku-saku mereka yang tak pernah berhenti minta diisi. Kalau caleg yang Maju di DPR menhabiskan uang milyaran, di daerah jumlahnya berkisar ratusan juta, bahkan beberapa hari yang lalu saya sempat baca ada seorang caleg gagal yang mencari orang yang mau membeli ginjalnya karena terlilit hutan demi memuluskan langkah jadi anggota dewan. Entah siapa yang harus disalahkan atas budaya bobrok ini, menyalahkan caleg juga tidak sepenuhnya benar karena ketika kampanye masyarakat tak lagi peduli dengan visi dan misi mereka hanya penduli berapa jumlah nominal yang bisa mereka dapatkan, tanpa nominal yang jelas jangan harap mereka mau pilih sedangkan yang sudah menerima uang pun banyak yang tidak memilih, sungguh ironi di negeri kita ini.
Sedikit cerita di kampung saya pada saat pileg kemaren, mungkin ini agak telat tapi tidak ada salahnya berbagi cerita karena sebentar lagi menjelang pilpres dan akan terulang hal yang sama, yakni bagi-bagi duit. Kakak saya banyak didatangi oleh calon anggota legislatif menjelang pemilihan legislatif kemaren, setiap caleg yang datang tanpa basa basi langsung membagikan uang dengan syarat harus memilih dirinya pada saat pileg. Dari penuturan kakak saya paling tidak ada sekitar 10 orang caleg yang datang ke rumahnya dengan membagikan uang sebesar minimal Rp. 100.000,-00. Yang lebih mirirs lagi ketika pemilu telah selesai ada caleg yang telah menggelontorkan dana hampir Rp.25.000.000,-00 ternyata mendapat suara yang sedikit sekali tidak sesuai dengan apa yang dikeluarkan sang caleg. Merasa ditipu karena telah mengeluarkan uang banyak, sang caleg mendatangi satu per satu rumah warga yang pernah didatanginya, meminta uangnya kembali. Tapi apa daya tak satupun warga yang mau mengembalikan, kecewa sang calegpun hanya melontarkan sumpah serapah seperti "saya ngga rela uang saya kalian makan", saya cukup tersenyum manis saja kalau melihat caleg stres seperti ini.
Selain cara kotor dengan bagi-bagi uang ada satu kasus caleg yang membuat saya sangat geram. Ini juga terjadi di kampung saya, Caleg tingkat kabupaten dari salah satu Partai berbasis islam yang tidak usah saya sebutkan disini. Sang caleg wanita ini beberapa minggu sebelum pileg sudah bermanuver ke kampung-kampung dengan membawa janji surga "BEDAH RUMAH", sungguh niatan yang mulia tapi ini hanya akal busuk seorang caleg agar bisa mendulang suara. Sang caleg ini mengumpulkan warga di rumahnya, kebetulan jarak dari kampung saya cukup jauh. Pada hari pertemuan tersebut kurang lebih hampir 100 orang warga kampung saya datang ke rumah sang caleg, ujung-ujungnya mereka malah kecewa. Yang membuat hati saya sakit adalah sang caleg memberikan undangan yang di bawahnya diberi catatan "Bagi Calon Penerima Bedah Rumah Yang Tidak Datang Berarti Dianggap Mengundurkan Diri". Ancaman yang luar biasa bagi mereka rakyat kecil yang memang mengharapakan perubahan, sudah keluar uang untuk ongkos menuju rumah caleg yang nominalnya Rp.20.000,-00 tapi hasilnya nihil.
Ini menjadi satu pelajaran berharga buat warga kampung saya, mungkin buat semuanya juga jangan terperdaya oleh rayuan manis yang pada akhirnya akan merugikan apalagi ini menjelang pilpres pasti banyak hal serupa yang akan terulang.
Beberapa tahun terakhir KPK rajin mengungkap kasus korupsi dan yang paling teranyar bapak kita yang ngeri-ngeri sedap Sutan Batugana yang ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan suap. Ketika ada kasus korupsi yang terungkap, masyarakat beramai-ramai mengutuk kelakuan sang koruptor tapi mereka malah lupa salah satu penyebabnya adalah mereka sendiri, kenapa saya katakan begitu contohnya pada pileg banyak warga yang menerima salam tempel, bayangkan saja berapa uang yang dikeluarkan oleh sang caleg jadi wajar kalau sang caleg akhirnya korupsi untuk mengembalikan uang yang telah digelontorkan.
Untuk semua masyarakat Indonesia jadilah pemilih yang cerdas jangan termakan bujuk rayu dan iming-iming uang karena pada akhirnya yang menanggung akibatnya ya kita-kita juga sebagai masyarakat biasa.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H