Suatu malam, ketika gemintang berserakan melucuti sepotong rembulan. Seorang perempuan melabuhkan awan-awan tipis yang bergumul di kepalanya. Mendayung, mengarungi cakrawala yang diseduh beragam cemas dan tanda tanya. Pada mimpi-mimpi berbahaya yang kerap jatuh di alas tidurnya.
Di bawah rindang akasia, dalam kepungan udara malam, pikirannya terus saja mengulang hal-hal entah yang dijamah pernah. Tentang kisah-kisah yang telanjur patah, sebelum sempat menemukan cara untuk berkilah. Tentang penantian yang tak pernah datang, sebelum sempat ditetapkan sebagai kehilangan. Juga tentang notula-notula kesempatan yang tak sempat dijamu pertemuan, setelah semua ritual kerinduan gagal membuka percakapan.
Meski demikian, perempuan itu tak hendak menyerah kalah, pada apa-apa yang disebut kenangan. Ia begitu gigih memapah resah hingga ke sudut pertigaan, menyemai asa dan air mata di sehamparan pengaduan. Tempat di mana ia menyekap beragam luka yang lewat ke dalam puisi. Dan menganggap segala harap yang tertinggal sebagai ilusi.
Angsana, 30 Januari 2020
Teruntuk Bunda Anies Hidayatie
Dan selamat ulang tahun Mbak Widz Stoops, semoga sukses dan sehat selalu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H