Lihat ke Halaman Asli

Julak Ikhlas

Peminat Sejarah dan Fiksi

Entahlah

Diperbarui: 12 Desember 2019   23:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: pixabay.com

setelah malam menggilas aspal jalanan
lantas nyanyian waktu senyap
lesap mencecap sunyi
tanpa aba-aba
atau koar-koar kaki lima

aku justru menghitung detik-detik yang menitik
pada keramaian sasana amigdalaku
yang tak pernah sunyi
akan keganjilan-keganjilan yang entah apa?

haruskah kusebut rindu?

selepas senja yang bisu
kini udara dingin lebih sering menyelusup
ke dalam tebal jaketku
menggerayangi pori-pori
hingga ke dalam lapisan kulit ari

padahal,
langit baru saja meracik gemintang
sebagai kolase perpisahan
dari sebuah gurauan anak-anak siang

tapi mengapa spektrum ingatan terus saja merinaikan hujan
pada sekat masa yang merentangkan jarak kita?

selayaknya pohon-pohon yang lahir prematur
aku gigil diterpa badai
tersadai di hamparan julang bayangmu
yang tak pernah pergi dalam kenang ingatan

kau tahu?
sebelum matahari kembali menggenapi
dalam sebuah perjumpaan
aku masih lah serupa titik kecil yang ganjil
di samudera keentahan

sekali lagi,
aku tak tahu harus kusebut apa?
mungkinkah ini memang benar-benar rindu?

entahlah ....

Angsana, 08 Desember 2019




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline