Lihat ke Halaman Asli

Julak Ikhlas

Peminat Sejarah dan Fiksi

Puisi | Tercabik Realita

Diperbarui: 30 Agustus 2019   06:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: pixabay.com

Tepat setelah malam menjilati aspal-aspal jalanan
Menggerayangi debu-debu polutan
Bergumul bersama erangan hasrat yang jalang
Membisikkan obituari lengkap
Tentang nurani-nurani yang terkoyak

Saat berahi mulai menggaung di setiap sudut kota
Seorang perempuan tertatih menjajakan luka
Darah segar berceceran
Anyir pilu mencumbui udara malam
Tanpa henti melintasi bilik-bilik kesakitan

Lalu, para serigala mulai tertarik
Melirik gerak-gerik tubuhnya yang cantik
Baju-baju hipokrit yang selalu mereka pasang di sepanjang siang
Kini terlepas, melayang bersama reranting iman

Perempuan itu hanya pasrah
Saat para serigala melahap desah tubuhnya
Seolah-olah ia telah terbiasa
Menerima beragam sayatan luka

Namun, dengan lirih ia berkata,
Inikah kota idaman yang mereka ceritakan?
Inikah kebahagian hidup di kota yang katanya begitu menjanjikan?
Lalu, kenapa hanya ada tangis yang bersepai ringis?
Kenapa hanya ada luka yang bersemai duka?
Apakah ada selain kesakitan yang akan kutuai darinya?

Ah ... aku tertipu
Hidupku tergadai
Tubuhku terjual

Kini,
Cerita tentang kota idaman
Tercabik oleh realita
Bahwa yang ada hanya dusta dan derita
Dan, akulah korbannya

Angsana, 30 Agustus 2019

STOP HUMAN TRAFFICKING FOR PROSTITUTION AND SEXUAL EXPLOITATION




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline