Lihat ke Halaman Asli

Julak Ikhlas

Peminat Sejarah dan Fiksi

Memilih Pergi

Diperbarui: 17 Juni 2019   12:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: pixabay.com

Kita pernah menanam hujan di pelupuk rembulan. Saling memupuk cumbu, pada hamparan rindu yang bertebaran. Namun saat jarak memisahkan dan rutinitas memaku keberadaan. Dengan angkuh kau menapaki arah yang berselisihan. Bahkan memulainya dengan langkah paling besar; pengkhianatan.

Adalah salahku, membiarkanmu menyimpan ragu pada kekayuh rindu yang begitu lambat menujumu. Maka wajar, jika kau menabur lupa pada kenangan yang pernah kita jalani bersama, karena aku hanyalah si miskin dengan seonggok ketulusan yang gagap untuk menjanjikan bahagia. Namun, kukira kau tak tahu satu hal, bahwa kebahagiaan hidup tak hanya tentang kekayaan.

Untukmu, pematah janji. Selamat menempuh hidup baru, dengan dia yang kau pilih membersamaimu, kini. Jika suatu hari nanti, ternyata penyesalan mengerogoti hatimu, lalu kerinduan menguasai arah pandanganmu. Yakinlah, mencariku hanyalah kesia-siaan. Sebab aku pun telah memilih pergi, dan menjadikan sepetak tempat yang pernah kau singgahi, sebagai masalalu yang harus kulupakan.

Banjarmasin, 13 Juni 2019




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline