"Uma ... Uma ... Uma ...."
Suara tangis menggema seisi hutan. Memantik kengerian dalam temaramnya. Meski kemilau senja samar-samar terlihat di celah pepohonan. Namun, tak berarti apa-apa, karena hutan ini sangat lebat dengan kabut malam yang mulai turun menyelimutinya, membuat jarak pandang semakin pendek.
Suara itu semakin mendekat, terdengar jelas bahwa suara itu seperti suara tangis bayi yang baru lahir.
"Aku lain uma ikam!" teriak perempuan pencari kayu bakar.
"Uma ikam di kampung anu!"teriaknya lagi.
Idang, perempuan dengan salungkui besar di kepalanya itu tiba-tiba bergidik ngeri. Idang mengetahui bahwa tangisan itu bukan lah tangisan bayi manusia, melainkan dari hantu anak Sima. Ia harus keluar dari hutan ini secepatnya, karena ia teringat papadah tetua kampung yaitu apabila mendengar tangisan Anak Sima, segeralah pergi dan sahutlah dengan kalimat ini 'Aku lain uma ikam, Uma ikam di anu/di kampung anu' (aku bukan ibumu, ibumu di anu, di kampung anu) supaya Anak Sima itu pergi menjauh.
Idang merasakan hal yang aneh, rupanya tangisan itu sudah telanjur membuatnya terpesona. Di dalam hati, timbul rasa iba dan rasa kasihan yang luar biasa seakan suara tangisan itu menghipnotis dirinya.
Seperti ibu yang menemukan anaknya yang telah lama tak bertemu, Idang lari sekencang-kencangnya, mendekati arah suara tangisan bayi itu. Di kegelapan hutan dengan jarak pandang 5 meter. Entah apa saja yang sudah terinjak olehnya. Duri, batu tajam atau bahkan kotoran binatang sekalipun, ia tak peduli. Baginya yang terpenting saat ini adalah bayi yang sedari tadi terus memanggil-manggilnya uma itu.
"Kur sumangat, Anakku," ujarnya seperti hilang kesadaran.
Tanpa berpikir panjang, bayi itu segera digendong. Ia berniat membawa bayi itu pulang ke rumah untuk diangkat sebagai anak. Semakin lama berjalan, punggungnya semakin terasa berat dan perih. Padahal ketika pertama kali digendong, tak ada rasa berat sama sekali.
Tak kuasa menahan rasa sakit, ia pun menengok ke belakang, tetapi yang dilihatnya sangat mengerikan, bayi itu sedikit demi sedikit mengoyak daging punggungnya hingga berlubang. Tak berapa lama, Idang jatuh ke depan dengan punggung berlubang bersimbah darah. Bayi itu kemudian menarik jantung dari punggung dan langsung dimakan dengan lahapnya.
Setelah jantung itu habis dimakan, bayi itu berlalu pergi dan menghilang di kegelapan rindangnya hutan.
Selesai
****
Catatan
Cerita di atas adalah cerita versi mamak saya yang telah saya kembangkan. Cerita ini merupakan adaptasi dari cerita rakyat di daerah Kalimantan Selatan yaitu Hantu Anak Sima; Bayi Pemakan Jantung.
Anak Sima sebenarnya adalah anak manusia hasil dari hubungan gelap. Ia dibuang ke dalam hutan dan diadopsi serta dipelihara oleh hantu Takau (jenis hantu terkuat dalam cerita rakyat Kalimantan Selatan).
Hantu takau mengajari anak sima berbagai ilmu yang lumayan hebat. Salah satunya ilmu pengasih. Jadi dengan tangisannya, orang akan mudah terpesona kepada Anak Sima. Sehingga akan mencari cari sumber suara dan membuat jiwa keibuan seseorang merasa terpanggil.
Waktu kecil, saya sering mendengar suara tangisan bayi. Ketika suara itu terdengar, mamak langsung menyuruh untuk cepat-cepat tidur dan katanya kalau ketahuan pura-pura tidur nanti dimakan Hantu Sima.
Setelah sudah agak remaja, baru lah saya tahu bahwa yang mengeluarkan suara itu ternyata abah saya. Dan kali ini untuk memaksa adik-adik saya supaya tidur cepat.
Uma: Ibu
Salungkui: Penutup kepala perempuan banjar dari sarung atau kain panjang
Kur Sumangat : p, kata seru untuk menyadarkan orang pingsan; kata seru untuk menyatakan sayang, terkejut, dsb.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H