Segumpal rasa yang lalu pecah mengemuka. Bungkus yang terkemas rapi itu sobek dicakar rindu. Retak bersama keambiguannya. Terhimpit desakan demonstran ruang dan waktu. Menyerapah kebekuan hingga ban-ban protes dibakar, bukan sekadar kelakar.
Pada dinding-dinding bisu, terpampang diorama ketidakpuasan. Tuntutan demi tuntutan tak jua didengarkan. Hingga amukan rasa tak terelakkan. Menyeruak, mengambil alih fungsi-fungsi vital kehendak.
Retorika diam yang sumbang itu, telah benar-benar disumpal keramaian paling bising. Semua satu visi, satu teriakan pasti.
"Reformasi!" pekik mereka.
Suasana tak terkendali. Perumusan sajak pernyataan cinta dipercepat. Sebagai keharusan kala himpitan menuntut kepastian. Siluet nurani muncul di kegemparan huru-hara.
Melambaikan tangan penuh wibawa. Lalu, membacakan mukadimah yang berisi sajak pernyataan cinta dalam dekret semesta. Serta ucapan salam perpisahan pada kegagalan retorika hati yang begitu nyaman dalam kebisuan.
Angsana, 30 April 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H