Lihat ke Halaman Asli

Julak Ikhlas

Peminat Sejarah dan Fiksi

Rekonsiliasi Hati

Diperbarui: 26 April 2019   13:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: pixabay.com

Cuaca ini tak karuan. Mendung masih menjadi hal paling canggung di langit semesta. Sejak embun menjejak kemarau dan kering mengabui hujan di dangau yang lampau. Membasahi atap-atap resah, hingga porak-poranda. Melepaskan deret bilangan lelah di terik renjana. Bergumul dengan sejuk, juga amarah. Cinta kita tak mau kalah.

Amukan rasa semakin mendesak pagar-pagar ego dengan ultimatum rindu di penghujung deraian tangis. Hingga awan tersibak dari perkumpulannya. Saat kutemukan kata rekonsiliasi di selembar layar kontroversi. Di mana terjadi tawar menawar dalam mencocokkan harga diri pada panggung pejabat negeri.

Berkaca dari manuver mereka, kurasa, berdamai dengan hati adalah jawaban dari segala tanya. Tentang geliat bisik-bisik cinta yang kelu tertutup malu. Pertarungan ini harus sama-sama kita menangkan. Bagaimanapun caranya. Menahan sabar sebentar demi menjinakkan kediaman diri paling berisik ini. Menuntaskan pandangan di antara kisi-kisi jendela dan beranjak menuju meja-meja diskusi.

Duhai, marilah kita membahas mimpi-mimpi serta tuntutan hati. Menyatukannya menjadi padu dan membuang yang tak perlu. Hingga runtuhlah ego di tangan gemuruh sepakat dengan senyum persetujuan. Tak ada lagi kediaman diri, yang ada hanyalah hangat temu yang memuai kebekuan rindu. Bersama merenda asa dalam tautan cinta.

Angsana, 26 April 2019




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline