Sore ini, keangkuhan senja diterpa oleh berjuta rintik yang terlampau dingin. Runtuh menjadi puing-puing jingga yang hampir kelabu, pecah belah tak beraturan dan tak kenal bentuk. Kucar kacir meninggalkan pengapian rindu di lubuk sang pengagum rona.
Di sana, perempuan berparas sendu. Kulihat kaca-kaca di matanya menjelma hujan, lebat sebanyak ingin. Sebab terlampau lupa oleh cuaca, pun keegoisan waktu yang sempit itu; senja.
Seringai tawa yang terasa getir, terlempar pada ranting-ranting kilat yang menyambar kemunafikan rasa. Seakan rundung basah itu, ia coba terima dengan lapang dada.
Nyanyian senja pesisir perlahan meninggalkan lahan. Menuju samudera renjana tak berkesudahan. Kemudian membentuk partikel bintang dalam singgasana keterasingan. Namun perempuan itu, tetap mematung, tanpa memahami dingin. Bertahan menanti pesta temu rindu dari sang pujaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H