Lihat ke Halaman Asli

Julak Ikhlas

Peminat Sejarah dan Fiksi

Puisi | Dermaga Pelayaran Cinta

Diperbarui: 7 Maret 2019   16:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pexels.com

Duhai pemilik raga yang tak henti menjalarkan ranting pesona dalam debar paling menggelora. Pemilik nama yang tak henti lalu-lalang di beranda pikiran dengan intensitas tak terhingga. Pemilik hati yang teduhnya tak pernah mati, yang indahnya bukan sekadar imitasi.

Kau tahu?

Saat secangkir kopi yang kau seruput mendalam

Lalu seikat senyum paling rekah kau lontarkan

Menjelma indah yang begitu hujam membahagiakan

Ah ... aku terpedaya

"Kopinya enak, makasih," katamu.

Hanya itu yang kau katakan

Namun, aku mampu menangkap makna yang tersirat dari jelaga hasrat yang berontak

Tentang selaksa aksara yang tertahan di tenggorokan

Perjanjian malam telah kita sepakati dalam diam. Sekejap kerdipan dua pasang mata yang saling pandang tanpa belalak selebrasi berlebihan. Diiringi gemerincing hati yang malu-malu mengiyakan tanpa pekik kegirangan. Hanya rona muka yang tersipu-sipu oleh tabrakan rasa terdalam yang kita tautkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline