Aku pecah di bilangan pecahan saat menjumlah segala mantra harap yang kau rapalkan dan selaksa rindu yang kau embuskan. Pembilang dan penyebut, amuk menggerogoti beranda pikiran. Hingga soak berkabut, butut terkentut-kentut.
Sudah berapa kali kukatakan, aku tak pantas untuk diharapkan. Namun kau tetap saja abai, acuhkan wanti-wanti yang kusemai, di papan ketik dalam layar gawai.
Bukannya aku tak cinta, lantas menghindar lalu pergi membiarkanmu terluka. Hanya saja aku ingin tenggelam dalam kesendirian bersama sejuta tanya yang bersemayam dalam keping-keping pikiran.
Seberapa pantaskah aku untukmu?
Bisakah aku membahagiakanmu?
Sial!
Memikirkan itu, aku terlanjur lemas, kehabisan nafas. Ah ... dasar kau pecahan ganas, berdarah panas, pembunuh otak paling beringas.
Angsana, 24 Januari 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H