Lihat ke Halaman Asli

Ikhda Niami

Mahasiswi

Pesan Penting Kenikmatan Kekayaan Pada Kandungan Surat At-Takatsur

Diperbarui: 28 Maret 2024   10:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pada hakikatnya, cinta adalah kecenderungan hati pada sesuatu. Menurut Erich Fromm, dengan cinta manusia akan terikat secara interpersonal dengan apa yang dicintainya. Cinta pula yang akan membawa manusia pada puncak eksistensinya. 

Jika demikian, maka cinta tersebut harus didasarkan pada sumber pertama cinta, yang akan membawa manusia pada pengalaman tertingginya, yakni ikatan spiritual. 

Namun, berbeda halnya jika cinta tersebut didasarkan pada nafsu semata. Yakni, yang tenggelam dalam cinta dunia. Bukan menjadikannya lebih dekat dengan sumber pertama cinta, malah membuatnya semakin jauh. Karena hal itu mengakibatkan kelalaian, bahkan hingga kematian datang.

Sejatinya tabi'at atau kebiasaan dunia adalah Tafakhur dan Takatsur, menurut Syekh Amin Al-Kurdi tafakhur adalah pengaruh kesombongan seseorang terhadap kemuliaan, keutamaan, kemegahan harta bendanya, takatsur merupakan suasana dimana terdapat dua orang yang saling mengunggulkan satu sama lain, Allah Swt telah menjelaskan dalam Firman-Nya Al-Qur'an surat Al-Hadid ayat 20

Artinya:

Ketahuilah bahwa kehidupan dunia itu hanyalah permainan, kelengahan, perhiasan, dan saling bermegah-megahan di antara kamu serta berlomba-lomba dalam banyaknya harta dan anak keturunan.

Sesungguhnya dunia hanya merupakan sebuah ladang permainan, dimana permainan ini memiliki batasan waktu (tidak kekal) serta akan ada tingkat kekalahan (neraka) dan kemenangannya (surga), maka dari itu untuk mencapai tingkat kemenangan kita harus berlomba-lomba mendapatnya score atau nilai yang tinggi (pahala) agar bisa meraih kemenangan (surga). Hakikat dunia juga hanya sebatas kilauan perhiasan (permukaan), yang menyilaukan (menggoda) serta dapat menipu manusia.

Sumber hukum dan pedoman hidup manusia ialah Al-Quran dan Hadist yang dimana telah memberikan kedudukan dan penghormatan diri yang tinggi, karena dalam ajaran agama Islam itu menjunjung tinggi nilai-nilai kebaikan, maka dari itu, islam mengajarkan kebaikan bukan kesombongan dan berbangga diri atau bermegah-megah dalam hidup atau Tafakhur dan Takatsur. Dari pembahasan diatas, penulis ingin mengemukakan Mufassir yang Bernama Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar mengenai kehidupan Tafakhur dan Takatsur dalam Al-Qur'an Surah Al-Hadid Ayat 20.

Sumber hukum dan pedoman hidup manusia ialah Al-Quran dan Hadist yang dimana telah memberikan kedudukan dan penghormatan diri yang tinggi, karena dalam ajaran agama Islam itu menjunjung tinggi nilai-nilai kebaikan, maka dari itu, islam mengajarkan kebaikan bukan kesombongan dan berbangga diri atau bermegah-megah dalam hidup atau Tafakhur dan Takatsur. Dari pembahasan diatas, penulis ingin mengemukakan Mufassir yang Bernama Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar mengenai kehidupan Tafakhur dan Takatsur dalam Al-Qur'an Surah Al-Hadid Ayat 20.

Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar  menggambarkan kehidupan sebagai permainan yang tiada habisnya, tidak dapat menghasilkan sesuatu dan sia-sia contohnya kelakuan anak kecil. Ayat ini artinya bahwa kata "Tafakhur" bermegah-megah. Artinya, manusia mengumpulkan kekayaan dan berusaha memamerkannya kepada manusia yang mendekatkan dirinya dan hatinya hanya untuk Allah. Kepemilikannya mulai gelap dan berakhir gelap. Hamka kembali menjelaskan bahwa hidup itu ibarat lelucon yang sering dilontarkan anak muda. Mereka memahami bahwa jika mereka menjadikan kehidupan dunia ini nikmat, maka tidak ada yang tersisa, sehingga perbuatan tersebut tidak membawa manfaat dan membawa penyesalan. Melainkan disesalkan karena waktu terbuang percuma, usia dimanfaatkan bukan untuk keuntungan, melainkan untuk kerugian dan kesulitan yang diderita secara bertahap dan tiada henti.

Hamka sekali lagi menjelaskan bahwa hidup tidak lain hanyalah sebuah permata "Jiinatun". Inilah sebab kerugiannya, karena perhiasan dan zina membuat sesuatu menjadi sempurna, meski masih banyak kekurangannya Oleh karena itu, memperbaiki hal-hal yang kurang baik merupakan ciri orang yang menghargai materi dalam hidupnya. Di uraian Hamka sebagai penulis menjelaskan bahwa dunia dan kehidupannya hanyalah permainan, hiasan, fana, bisa diibaratkan sebagai ilusi yang muncul hanya sesaat akan menghilang seketika sesaat lalu lenyap. Hal ini diibaratkan sebagai orang yang berbangga dengan kesenangan, kedudukan, status, harta benda, dan sebagainya, namun kehidupan di dunia ini hanyalah sebagai titipan yang sewaktu-waktu bisa hilang atau musnah, jangan terlalu banyak. Hidup di dunia ini ibarat hujan yang turun ke bumi membuat tanaman tumbuh, namun lama kelamaan tanaman tersebut layu dan akhirnya mengalami kehancuran.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline