Instansi Kepolisian di negara kita sekarang sedang naik daun. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya kabar yang mencuat di layar kaca yang menampilkan eksistensi mereka. Setiap hari selalu saja ada berita yang membahas tentang instansi ini. Mulai dari berita yang menunujukkan kalau polisi itu sebagai publik figur yang tegas dalam mengemban amanah, ada pula yang menunjukkan polisi itu sebagai monster bagi orang yang trauma terhadap polisi, serta masih banyak berita lainnya yang membahas tentang kepolisian. Mencuatnya nama instansi berikut diakibatkan dari beberapa aspek, contohnya yaitu polisi mendadak jadi artis, polisi yang berhasil menangkap teroris, polisi yang salah menangkap tersangka, polisi yang berprofesi ganda sebagai pembunuh, polisi yang emosi karena sandalnya dicuri, dan masih banyak lainnya.
Dari hal semacam itu, kita sebagai warga negara berhak untuk memilih. Memilih untuk menjadikan polisi itu sebagai “sahabat atau musuh” dalam kehidupan kita. Instansi ini bisa menjadi sahabat untuk masyarakat, kalau polisi ini memiliki sikap wibawa dalam dirinya. Tapi menurut bukti di lapangan banyak polisi yang tidak memiliki sikap wibawa. Contohnya ada polisi lalu lintas yang menilang seseorang pengendara motor yang tidak tahu kesalahan apa yang dilanggar oleh pengendara motor tersebut. Ada saja alasan yang disebutkan polisi atas kesalahan dari pengendara motor itu. Entah dari helm yang tidak di kaitkan dengan pengaitnya, atau mendahului garis batas lampu lalu lintas, ada juga yang tidak menyalakan lampu riting disaat mau belok, dan lain sebagainya.
Dengan adanya hal seperti itulah yang membuat citra kepolisian tercoreng. Seharusnya polisi itu janganlah terlalu membesarkan perkara yang kecil, dan jangan mengecilkan perkara yang besar. Berjalanlah sesuai jalannya, jika memang tidak mau untuk dikritik khalayak banyak. Lalu bagaimana dengan polisi yang berjalan melenceng dari lintasan utamanya? Menurut selidik mata memandang, polisi yang seperti itu “biasanya” polisi yang baru saja menetas dari telurnya. Entah apa yang ada di dalam pikiran mereka, apakah mereka punya sifat pendendam terhadap apa yang dilakukan polisi dahulunya, atau bagaimana? Entahlah hanya mereka yang tahu, tapi apakah dengan awalan seperti itu polisi kebelakangnya akan berubah dari jalur awal pemberangkatannya?
Semoga saja dengan keeksisannya di layar kaca sebagai dua mata pisau yang berbeda, polisi bisa membenahi diri mereka untuk lebih baik kedepannya. Sikap yang bijak akan terlihat dengan sendirinya, tanpa perlu rekayasa dalam tingkah lakunya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H