Ketika aku berjalan menulusuri sebuah taman, tak sengaja aku melihat teman-temanku yang ku kenal saat orsenik berdiskusi di bawah rimbunan pepohonan. Akupun menjumpai mereka yang sedang asik berdiskusi sambil bercanda. Tak terasa aku pun terjerumus masuk dalam alur diskusi tersebut. Diskusi ini membahas tentang susahnya tugas yang diberikan dosen terhadap mahasiswanya. Sambil penasaran, akupun bertanya sama salah satu temanku, “tugas apa sih?”. Mereka menjawab, “tugas KTI itu hlo.” Tersontak ketika aku mendengar itu, aku bertanya dengan hati kecilku, “memang apa susahnya?”
Dengan rasa penasaran aku mencoba bertanya lagi, “apa susahnya, kan tinggal hanya menulis saja.” Menulis itu kan mudah, kita punya pikiran apa lalu dituangkan semua di kertas jadilah tulisan.Menulis juga tidak butuh kekuatan ekstra untuk berpikir, lalu dimana letak kesulitannya.??
Dengan suasana yang sejuk ditemani candaan di setiap pembicaraan, ada salah satu temanku yang mencoba menjawab pertanyaan yang aku lontarkan. Kamu bisa bilang mudah karena kamu memang berbakat dalam hal tulis menulis. Sedangkan aku dan teman-teman lainnya yang tidak berbakat tetap saja susah. Menulis itu kan sama seperti sebuah ketrampilan yang dimiliki seseorang, sama seperti orang yang berbakat dengan hal menggambar. Orang yang tak punya bakat menggambar akan merasa kesulitan ketika disuruh menggambar sesuatu,sama saja dengan urusan menulis.
Mencoba menganilisa pendapat temanku, tiba-tiba terbesit kata yang akan terucap untuk menyanggah penyataan yang di ajukan oleh temanku. Susahnya di situ ya, ujarku. Padahal tanpa kalian sadari, kegiatan menulis itu sudah kalian lakukan setiap hari. Contohnya seperti menulis curhatan di buku diary, lalu kirim pesan atau sms ke teman, lalu membuat status di dunia maya, dan masih banyak contoh lainnya. Apakah bukti itu masih bisa dikatakan, kalau menulis itu butuh bakat dan menulis itu merupakan sesuatu hal yang susah dilakukan?
Semua pekerjaan itu akan mudah dilakukan kalau kita mau mencoba, dan berusaha. Tidak perlu bakat dari Sang Maha Kuasa, kitapun bisa melakukan sesuatu hal yang tidak dikuasai, kalau kita mau mengasahnya tiap hari. Bakat itu benar muncul sejak kita masih balita, bahkan sejak batita pun bakat terkadang sudah terlihat pada diri manusia. Hal itu merupakan fakta yang bisa terlihat di zaman sekarang, namun bagaimana kalau seseorang itu tidak ada bakat dari dia masih kecil? Apakah orang tersebut akan mendapatkan stempel tidak bisa melakukan pekerjaan apapun?
Disaat aku melontarkan pertanyaan itu, sesaat temanku terdiam sejenak. Ternyata saat diam itu meraka sedang melakukan sesuatu untuk mencerna semua kata yang ku ucap. Tiba-tiba ada salah satu temanku berkata, “benar juga katamu, tapi tetap saja aku selalu menemukan kesulitan ketika sedang mencoba untuk bisa.” Keslitan itu seperti otak seakan berhenti mendadak, dan jumlah stok pikiran mendadak ikut terputus koneksinya. Bagaimana kita mengatasi hal itu? Apakah kita harus memaksakan, untuk melakukan hal tersebut?
Kalo memang otak kita sudah tidak bisa diajak kompromi, maka kita yang harus mengajaknya untuk berkompromi. Caranya dengan istirahat atau merilekkan sejenak tubuh kita. Tanpa berpikir aku menjawab seperti itu. Semangat teman kita harus bisa, kita awali kesuksesan kita dengan suka menulis. Mari kita tumbuhkan rasa suka menulis pada diri kita. Kita harus bisa, walaupun di awal terasa susah nanti kebelakangnya akan terasa mudah karena kita akan terbiasa dengan sendirinya.
Penuh dengan rasa semangat, akupun mengajak teman-temanku untuk bangkit. Bangkit dari kesulitan yang mereka alami selama mendapat pelajaran mata kuliah KTI. Kita semua sepakat untuk bersatu menyeruakkan kalau menulis itu mudah. Pepohan yang menjadi saksi bisu, dan Allah juga menjadi saksi atas semua yang kita diskusikan hari ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H