Lihat ke Halaman Asli

Arsitek Istana Gagal Ciptakan Kartel Politik

Diperbarui: 27 Agustus 2024   14:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Apakah Istana tahu ada gugatan uji materi Undang Undang (UU) Pilkada?

Partai Buruh bersama Partai Gelombang Rakyat Indonesia (Partai Gelora) mengajukan permohonan uji materiil Pasal 40 ayat (3) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang UU Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa, 21 Mei 2024.

Menariknya Partai Gelora sebagai pendukung Prabowo - Gibran pada pilpres 2024 malah yang menggugat ambang batas syarat pencalonan kepala daerah.

Bukankah seharusnya lebih baik ikut menikmati kue kekuasaan bersama Koalisi Indonesia Maju (KIM)? Atau memang ada persoalan yang dalam kacamata Partai Gelora tidak menguntungkan?

Berhasil memobilisasi sumber daya negara demi putra mahkota, arsitek istana juga mencoba desain pelaksanaan Pilkada dipercepat sebelum lengser 20 Oktober 2024.

Upaya tersebut gagal, Pilkada 2024 tetap akan digelar November 2024. Arsitek Istana mencoba rencana lain, setidaknya mengupayakan agenda lainnya berhasil, selagi masih bisa mengorkestrasi KIM dan menggunakan sumber daya negara, guna memuluskan jalan Ketua Partai Solidaritas Indonesia, anak bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kaesang Pangarep ikut kontestasi Pilkada 2024.

Melalui gugatan Partai Garuda, digunakanlah Mahkamah Agung (MA) untuk memuluskan agenda istana.

Melalui Putusan MA Nomor 23 P/HUM/2024 pada tanggal 29 Mei 2024 terkait syarat usia calon kepala daerah yang pada pokoknya mengubah syarat usia calon kepala daerah yang seharusnya usia minimal dihitung saat penetapan calon diubah menjadi setelah calon dilantik.

Akal-akalan menabrak aturan ini tentu ingin mengulang sukses atas "kesalahan" Putusan 90 MK meloloskan Gibran yang belum cukup usia sebagai calon wakil presiden.

Kelompok akademisi, ahli hukum dan aktifis pro demokrasi semakin dibuat gerah atas tindakan tidak terpuji tersebut mempermainkan aturan.

Agar ada kepastian hukum atas penafsiran berbeda antara Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2020 dengan Putusan MA tersebut maka mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta A. Fahrur Rozi dan mahasiswa Podomoro University Anthony Lee mengajukan uji materi Pasal 7 ayat (2) huruf e Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline