Lihat ke Halaman Asli

Nusantara: Masa Lalu dan Masa Depan

Diperbarui: 21 Januari 2022   01:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Direktur Walhi Kalimantan Timur, Yohana Tiko, mengatakan, banjir yang kerap melanda wilayah di sekitar IKN menunjukkan, area ini telah dibebani oleh masalah lingkungan dari lama, sejak investasi masuk pada rezim Soeharto.

"Perusahaan sawit, kayu, dan pertambangan mengeksploitasi wilayah tersebut dan merusak lingkungan. Dua tahun ini saja terjadi banjir besar hingga awal Januari ini," kata Yohana.

Ada pihak yang mengkawatirkan pembangunan IKN "Nusantara" akan berdampak kerusakan lingkungan kepada daerah penyangga. Bahkan menolak pemerintah membangun IKN "Nusantara" walaupun payung hukumnya sudah disahkan oleh DPRRI.

Justru saya melihat dengan konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development), botanical garden, green city adalah sebagai upaya "menyelamatkan" hutan di Kalimantan Timur yang telah 50 (lima puluh) tahunan rusak oleh aktifitas tambang, perkebunan dan pemanfaatan hasil hutan.

Melalui pembangunan IKN "Nusantara" korporasi yang telah "merusak" lingkungan tersebut harus dipaksa pemerintah untuk bertanggungjawab turut serta dalam upaya me"recovery" menjadi kawasan IKN yang direncanakan. Dan praktis kawasan tersebut tak akan ada lagi ijin pertambangan.

Pembangunan Bendungan Sepaku Semoi adalah bagian dari upaya pengendalian banjir sudah dikerjakan bahkan sebelum UU IKN disahkan 18/01/2022 yang ditargetkan rampung tahun 2023. Tentu nanti akan simultan dengan pembangunan sistem jaringan pengendalian banjir secara menyeluruh. Nanti akan dibangun juga Bendungan Batu Lepek yang direncanakan memiliki daya tampung 230 juta meter kubik dengan luas lahan 1.300 hektar. Bendungan yang cukup besar, bukan?

Sebagai perbandingan Waduk Jatiluhur merupakan terbesar di Asia Tenggara seluas 8.300 hektar. Dibangun era Sukarno tahun 1957 menjadi sumber air baku Jakarta. Lalu ada Bendungan Jatigede sebagai yang terbesar kedua setelah Jatiluhur direncanakan masa Hindia Belanda. Bendungan seluas 4.980 hektar ini baru bisa dibangun era SBY tahun 2008 dan diselesaikan Jokowi tahun 2015.

Sementara pengendalian banjir Jakarta saja hingga saat ini masih terus dikerjakan sejak Belanda membangun Bendung Katulampa tahun 1911, Kanal Banjir Barat tahun 1913 lalu dilanjutkan pemerintah Indonesia membangun Kanal Banjir Timur tahun 2003, Normalisasi Kali Ciliwung, Pesanggrahan, Cisadane, revitalisasi Setu/Embung dan membangun Bendungan Ciawi dan Sukamahi di Bogor yang direncanakan tahun 1990 tapi baru dibangun tahun 2017. Kedua bendungan ini dirancang untuk mengendalikan debit air yang mengalir ke Sungai Ciliwung menuju Jakarta ditargetkan rampung tahun ini.

Dengan perkembangan sains dan teknologi konstruksi abad milenium ini, urusan pengendalian banjir tentu tak boleh kalah sama Purnawarman yang membangun ibukota Tarumanegara.

Prasasti Tugu mencatat di tahun 397 bahwa Raja Purnawarman saat membangun ibukota kerajaan bernama "Sundapura" memerintahkan penggalian Sungai Chandrabhaga (diperkirakan ini Kali Bekasi) dan Sungai Gomati sepanjang 12 km yang berfungsi sebagai jalur perdagangan, pengendalian banjir dan menghindari kekeringan pada musim kemarau. Keren kan tidak kalah dengan bangsa Romawi?

Untuk akses antara Balikpapan dan Samarinda telah terkoneksi jalan tol yang memangkas waktu tempuh dari 3 jam menjadi 1 jam 15 menit. Tentu juga mempercepat waktu tempuh menuju Bontang sebagai markasnya PT. Pupuk Kaltim dan PT. Badak NGL, pengolahan gas alam cair/Liquid Natural Gas (LNG) yang memiliki kilang LNG terbesar di Indonesia dan salah satu terbesar di dunia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline