Lihat ke Halaman Asli

Melihat dari Dekat Calon Ibu Kota Negara

Diperbarui: 11 Oktober 2019   05:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

foto: Humas Penajam Paser Utara

Keputusan Presiden Jokowi untuk memindahkan Ibu Kota Negara (IKN) dari Jakarta ke Kalimantan Timur merupakan langkah progresif yang patut didukung rakyat.

Mengapa harus kita dukung? Berikut adalah fakta-fakta sebagai alasan bahwa Jakarta sudah tidak layak dipertahankan sebagai pusat pemerintahan, pusat politik yang sekaligus sebagai pusat niaga/bisnis.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2018, Penduduk DKI Jakarta pada 2019 diproyeksikan mencapai 10,5 juta jiwa dengan luas daratan yang hanya 661,52 Km2. Bandingkan dengan Kalimantan Timur yang berpenduduk 3,5 juta jiwa dengan luas 127.346,92 Km2 setara luas pulau Jawa 128.297 Km2.

Jakarta adalah salah satu kota dengan tingkat kemacetan lalu lintas tertinggi di dunia. Menurut catatan The TomTom Traffic Index, Jakarta berada di peringkat ke-7 dari 403 kota dunia yang paling macet pada 2018 (sumber Katadata.co.id).

Jakarta sebagai kota besar dengan tingkat polusi udara terburuk kedua di dunia dengan angka 160, di bawah Hanoi, Vietnam dengan angka 190 berdasarkan data situs airvisual.com yang diakses pada tanggal 6/09/2019 pukul 08.30 WIB (sumber Kompas.com).

Ketersediaan air baku untuk diolah menjadi air layak konsumsi di Jakarta masih terbatas. Air baku Jakarta memiliki kandungan polutan tinggi dikisaran angka 3,3-10 miligram per liter diatas 1 miligram per liter batas syarat aman (sumber Tempo.co)

Penurunan muka tanah di Jakarta diperkirakan sebesar 7,5-17 centimeter per tahun akibat pemakaian air tanah melalui sumur bor (sumber Katadata.co.id). Pemakaian air tanah secara masif ini diakibatkan kebutuhan air baku yang terus meningkat dan tak mampunya pemprov DKI Jakarta memenuhi dengan jaringan pipanisasi.

Berbagai masalah perkotaan seperti terbatasnya ruang gerak antar individu karena terlalu padatnya penduduk, persaingan, kemiskinan kota, kemacetan, polusi, terbatasnya ruang hijau bisa memicu stres dan kecemasan yang mengakibatkan gangguan jiwa.

Berdasarkan catatan Global Health (2017), sebanyak 999.592 orang atau 9,9 persen penduduk di Jakarta menderita gangguan mental.

Sebanyak 32 persennya menderita ansietas/anxiety disorder yakni suatu perasaan takut yang berasal dari eksternal atau internal sehingga tubuh memiliki respons secara perilaku, emosional, kognitif, dan fisik serta 24 persennya depresi. (sumber Kompas.id).

Berdasarkan fakta-fakta tersebut maka keputusan pemindahan Ibu Kota Negara adalah sebuah kebutuhan. Tentu juga telah dikaji dengan mempertimbangkan aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline