Lihat ke Halaman Asli

Selingkuh, Fenomena atau Obsesi??

Diperbarui: 25 Juni 2015   07:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Membaca beragam tulisan di kompasiana membuat saya jadi berpikir, apakah memang ini fenomena? Begitu banyak cerita tentang perselingkuhan dalam berbagai segi dan cara. Entah di tulis dengan menyudutkan pelaku selingkuh atau tulisan yang dibuat dengan gaya seolah-olah pelaku selingkuh adalah tokoh utama yang menjadi "jagoan" dalam cerita, sehingga terkesan perselingkuhannya adalah sebuah hal yang benar. Rasanya mengerikan. Sebuah penggalan novel berjudul "Re...pergilah ikhlaskan aku bahagia" (tulisan mbak fitri y. yeye) membuat saya merasa muak...karena ...rasanya mengerikan sekali jika ada seorang suami yang bertingkah khianat begitu. Selingkuh. Dalam kacamata  agama dan etika apapun, saya kira tidak ada yang membenarkan. Kecuali nafsu tak berbingkai nilai yang mampu membenarkannya. Atas dasar cinta , iba, romansa masa lalu, dan lain sebagainya, apapun namanya. Tetaplah itu sebuah pengkhianatan. Pengkhianatan terhadap diri sendiri, pasangan, terutama terhadap Dia, Yang Maha melihat. Banyak tulisan tentang perselingkuhan yang, saking banyaknya, menyiratkan seolah-olah hal tersebut biasa dan tidak "istimewa". Seolah-olah ia adalah hal yang benar dan wajar. Bahkan hubungan suami istri sering digambarkan demikian vulgarnya, dan kemudian menjadi hal yang seolah biasa dalam sebuah hubungan antar jenis. Sungguh memprihatinkan. Apakah ini memperlihatkan fakta, atau obsesi seorang penulis? sungguh mengerikan dan memprihatinkan. Tidak sedikit tulisan yang "menggambarkan" betapa sang pelaku selingkuh tau hal tersebut salah, namun ia begitu menikmatinya. Saking menikmatinya hingga ia merasa benar dan tidak merasa nafsu yang ia "jajal" itu adalah sebuah hal yang salah, sebaliknya merasa itu adalah sebuah kewajaran dan akhirnya tidak ingin disalahkan. Khususnya di kolom fiksiana, saya kira jika dibuat prosentase tetap cerita yang mengusung cinta leading. dalam genre apapun, entah bagaimana, tema yang satu ini tetap selalu nomor wahid, tampaknya. Okelah, cinta adalah "makhluk" yang memang universal. Selama hayat masih dikandung badan si cintrong ini memang ada terus, tanpa melihat objek, kasta, dan waktu. Tapi ayolah...para penulis handal....buatlah kisah cinta yang tidak mengangankan kebobrokan. Tak bisakah membuat sebuah cerita cinta yang agung, yang nilainya baik, menggugah nurani kebaikan dan membuat pembaca iri tanpa harus memperlihatkan sebuah kisah asmara yang penuh pengkhianatan. Mengerikan juga membaca cerita, terutama cerita cinta yang penuh deskripsi perilaku memuaskan nafsu, mengingat pembaca kompasiana bukan hanya orang-orang yang sudah menikah. Benar..pena itu bisa lebih tajam dari pedang. Kini jari-jari ita juta tak kalah tajam dari jarum, karena dengan gerakan jemari di atas tuts keyboard kita bisa mengoyak hati dan pikiran yang tadinya bening jadi berimaji buruk atau menambah kebeningan hati dan pikiran pembaca jadi tambah cemerlang. Karena bukankah cinta adalah milik semua makhluk. Jadi pasti apapun cerita tentangnya akan menarik. Terutama jika cerita tersebut dapat menambah kecemerlangan hati seorang pembaca kompasiana. Mari kampanyekan menghapuskan peselingkuhan, janganlah membuat tulisan yang membuat seorang pembaca yang mulai ada bibit perselingkuhan di hatinya merasa benar dalam menjalaninya. Saya hanya seorang pembaca memang tidak piawai menulis cerita. Tapi anggaplah ini sebuah kritik membangun, tidak berniat menghinakan. -salam kompasiana!-




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline