Produksi kata berbalik makna dan realitas, semakin mencuat dikalangan kasmaran. Mencetak pemenang berjuara dalam bersilat lidah melampaui persentase
Semakin banyak pula oknum yang gelisah dan depresi karena keseringan menjadi korban dalam problematika cinta. Tidak sedikit pula yang memenjarakan dirinya dalam kesepian karena terjebak dalam kasus ditipu, diduakan bahkan putus cinta.
Pekikan para korban kemakan janji manis seakan dibungkam, mendekam, terpenjara dalam kata " menjaga harga diri". Bibir gemetar tak mampu menyuarakan hasrat dalam dada, hanya air mata yang berlinang, mengalir membasahi pipi, mewakili hati yang rapuh, hancur tak karuan.
Sedang para elit cinta semakin gagah dengan senyum manis serta mata yang tak berhenti berkedip , bercokol di setiap lorong , merayu sampai berhasil mengembat hati lima bidadari dalam sehari.
Peduli apa para elite cinta dengan korban yang sudah ia bolakan? Pandai dalam mensugesti menjadi modal utama untuk menjatuhkan hati korban. Perasaan tulus sangat nihil, hanya slogan" cinta itu gombal, kian digombalin kian mudah dikibulin" semakin tumbuh subur.
Korupsi janji dan perasaan semakin merajalela. Kapankah masyarakat republik cinta yang bernaung di negara kasmaran dapat hidup sejahtera? Semboyan dua hati satu cinta tak pernah diamalkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H